Mengintip Laboratorium Riset Bumi Datar Indonesia

Kegiatan di laboratorium Bumi Datar.
Sumber :
  • Dokumen IFER

VIVA – Komunitas bumi datar tidak mau kalah dengan lembaga penelitian yang sudah mapan. Indonesia Flat Earth Research atau IFER memiliki badan khusus yang mendalami soal riset seputar bumi datar, namanya Lembaga Penelitian Kebumidataran. Lembaga ini menelurkan berbagai riset dan pengamatan. 

Keterlibatan Akademisi dalam Perumusan Regulasi Perlu Dimaksimalkan

Chief Executive Officer dan Pendiri IFER, Wahidin Amir mengatakan keberadaan lembaga kebumidataran itu disokong dengan laboratorium khusus, untuk memuluskan pengamatan dan riset mereka. 

Selama ini kegiatan IFER terdiri dari 4 divisi yakni kajian teori-teori bumi datar yang rutin dilakukan tiap pekan. Kajian ini bersifat daring yakni melalui grup WhatsApp. Kegiatan lainnya yakni eksperimen, observasi, ekspedisi atau eksplorasi. 

Prabowo Diminta Turun Tangan Lakukan Reformasi Birokrasi

"Semuanya kami tuangkan dalam bentuk jurnal ilmiah," ungkap Wahidin kepada VIVA, Selasa 29 Januari 2019.

Wahidin yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian Kebumidataran itu mengatakan, IFER berkomitmen untuk mengembangkan laboratorium pada tiap regional wilayah organisasi itu berdiri. Saat ini laboratorium baru terwujud untuk regional Sumatera Utara, dan terus bertekad mengembangkan laboratorium per regional. 

Pintu Universitas di Eropa Mulai Tertutup Bagi Mahasiswa Tiongkok

Laboratorium riset di Sumatera Utara ini terlihat sederhana, yakni bangunan kecil yang baru dibangun. Dinding luarnya belum dicat. Jendela belum lengkap dengan daun pintu maupun teralis, dan sekitar laboratorium itu masih berserakan bahan bangunan.

"Laboratorium atau akrabnya posko regional ini (Sumatera Utara) masih baru saja dibangun. Belum ada peralatan yang menunjang kinerja. Eksperimen yang kami lakukan hanya sederhana saja tapi bisa mewakili kegalauan selama ini," jelasnya.

Laboratorium Bumi Datar di Sumatera Utara

Wahidin mengatakan melalui lembaga riset ini, anggota IFER telah menemukan tiga hal penting.  

"Kami menemukan bahwasannya bumi tidak ada istilah 'gravitasi'. Kami membuat eksperimen bahwa yang memengaruhi benda jatuh ke tanah adalah massa jenis benda atau berat suatu benda terhadap mediumnya. Seperti hukum Archimedes," ujarnya. 

Eksperimen yang dilakukan tim Lembaga Penelitian Kebumidataran menemukan, yang banyak memengaruhi bumi dan alam semesta ini adalah elektromagnet. Salah satu wujudnya adalah petir, pergerakan benda-benda langit. 

"Eksperimennya terdapat pada Tesla Coil," jelasnya. 

Wahidin menuturkan, riset mereka menemukan hal lain yang tak kalah penting. Mereka menemukan, horizon laut tidak ada yang melengkung. Mereka tidak asal ngomong dan sudah membuktikan melalui pengamatan di lapangan. 

"Sudah kami observasi di tiap kami melakukan eksplorasi ke tepi-tepi pantai. Sebagai contoh jalur Pantai Utara (Pantura) dari Cirebon sampai Semarang sepanjang 200 kilometer seluruh horizon laut tidak terlihat lengkungan bumi," tuturnya. 

Objek pengamatan tim Lembaga Penelitian Kebumidataran bukan hanya seputar daratan bumi, tapi juga langit. Wahidin mengatakan, timnya telah mengobservasi benda-benda langit dengan menggunakan kamera Nikon Coolpix P900 yang mana kualitas zoom-nya 83 kali. 

Dari pengamatan yang dilakukan, Wahidin mengatakan mereka bisa melihat detail Bulan dan Matahari sampai melihat rinci kerlap kerlip bintang secara nyata. 

"Apa yang kami lihat di kenyataan alam tidak seperti penggambarannya di buku-buku sekolah yang hanya dibuat dari gambar-gambar kartun," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya