Waspada dengan 'Minyak dan Korek Api' Gunung Anak Krakatau 

Citra Gunung Anak Krakatau dari Satelit PlanetLabs
Sumber :
  • Dokumen PlanetLabs

VIVA – Perkembangan kondisi Gunung Anak Krakatau setelah tsunami Selat Sunda memberikan sorotan baru. Pengamatan citra satelit menunjukkan, hanya sebagian kecil tubuh Gunung Anak Krakatau yang longsor ke laut, namun telah menimbulkan tsunami dahsyat pada 22 Desember 2018. 

Cek Fakta: Video Detik-detik Erupsi Gunung Anak Krakatau

Dengan volume material longsoran yang kecil saja sudah menghasilkan tsunami dahsyat dan sangat membahayakan, maka pakar geologi meminta semua pihak untuk waspada. Sebab, Gunung Anak Krakatau berpotensi longsor lagi serta munculnya ‘minyak dan korek api’ dari gunung tersebut. 

Pakar geologi Rovicky Putrohari menjelaskan, kawah Gunung Anak Krakatau saat ini tenggelam di bawah muka air laut. Namun, kondisi itu tak meredam atau mematikan aktivitas vulkanik anak dari Gunung Krakatau tersebut.

BMKG: Waspada Gelombang Tinggi dan Erupsi Gunung Anak Krakatau

"Nanti ada rekahan atau tidak, tapi kalau volume potensinya masih ada dan pemicu aktivitas vulkanisme juga masih ada. Ya tentunya harus waspada," ujar pria yang merupakan mantan ketua umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) tersebut kepada VIVA, Rabu petang 2 Januari 2019. 

Rovicky menganalogikan, kondisi kewaspadaan Gunung Anak Krakatau dengan munculnya ‘minyak dan korek api’. Dia menggambarkan, minyak mewakili potensi material gunung yang bisa longsor, sedangkan korek api yang dimaksud adalah Gunung Api Anak Krakatau yang bisa memicu longsor tubuhnya sendiri. 

Gempa Lokal Picu Aktivitas Gunung Anak Krakatau Meningkat

"Kalau minyak dan korek api bertemu bisa kebakaran," tuturnya beranalogi. 

Rovicky menjelaskan, dilihat dari permukaan longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau terlihat relatif kecil. Tapi, jika materi yang ada di permukaan gunung tersebut proporsional dengan apa yang ada di bawah muka air, menurut Rovicky, tentunya akan berbeda bila punya peta dasar laut atau bathymetri. 

Peta morfologi bawah laut tersebut memungkinkan dipakai untuk memperkirakan seberapa besar volume longsoran dan volume yang mungkin bakal longsor lagi bila dipicu aktivitas gunung api. 

"Peta bathymetri ini masih menjadi salah satu puzzle, untuk mengetahui dengan lebih pasti, apa yang terjadi saat tsunami 22 Desember 2018," tuturnya. (art)

Koper bertenaga AL

Ilmuwan Ini Berhasil Ciptakan Koper Bertenaga Al, Permudah Tunanetra Navigasi Lingkungan

Koper AI tenaga canggih ini juga menawarkan umpan balik kepada para penggunanya, yakni tunantera baik melalui komponen percakapan bawaan, serta sensor haptik di pegangan.

img_title
VIVA.co.id
31 Januari 2023