Ikan Arapaima Bahaya, Ini Langkah Tepat Jika Berjumpa Lagi
- Instagram/@lipiindonesia
VIVA – Penemuan ikan Arapaima gigas di aliran sungai Brantas, Sidoarjo, Surabaya, seukuran tinggi orang dewasa menghebohkan sejumlah warga di Desa Mliriprowo, Kecamatan Tarik, Sidoarjo, pada Senin 25 Juni 2018.
Sepanjang pekan ini, beberapa warga masih menemukan ikan tersebut. Ikan tersebut menjadi perhatian, sebab ukurannya raksasa bisa menyamai manusia. Selain itu, ikan ini termasuk berbahaya, karena masuk kategori predator ikan air tawar yang mengancam fauna akuatik asli Indonesia.
Untuk itu, dua peneliti Iktiologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Renny Kurnia Hadiaty dan Haryono, menyampaikan beberapa hal penting, jika warga menjumpai kembali ikan tersebut.
Haryono menyarankan, bila menjumpai lagi ikan tersebut di perairan umum, warga sebaiknya segera menangkapnya dan mengonsumsi ikan tersebut, supaya tidak mengancam ikan Indonesia.
“Ikan segera dikeluarkan dari perairan. Dagingnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, karena di negara asalnya pun daging ikan ini bisa dikonsumsi,” tutur Haryono dalam keterangan resmi dari LIPI, Jumat 29 Juni 2018.
Sedangkan Renny menyarankan, atas sifat bahayanya masyarakat, baik warga biasa sampai pengusaha ikan, bisa mencegah semaksimal mungkin perkembangan ikan tersebut. Apalagi, Menteri Kelautan dan Perikanan pada 2014, telah mengeluarkan peraturan yang melarang masuknya ikan Arapaima gigas ke perairan Indonesia.
“Sebaiknya, segera dilakukan sosialisasi pada para pelaku, pengusaha, dan pemelihara ikan hias, serta segera diterapkan, dikenakan sanksi bagi para pelanggar aturan tersebut,” kata Renny.
Berbahaya bagi Indonesia
Kedua peneliti LIPI itu menjelaskan seluk-beluk ikan Arapaima gigas ini. Ikan Arapaima gigas adalah salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki bentuk unik. Hal ini membuat siapa saja akan tertarik dengan jenis ikan satu itu.
Namun, ikan Arapaima gigas ternyata cukup berbahaya. Terutama, untuk ikan asli Indonesia, karena bersifat karnivor/predator, makanannya berupa ikan jenis lain, krustasea, katak, burung yang dijumpai di sekitar permukaan perairan.
Keberadaan Arapaima gigas apabila sampai masuk ke perairan umum Indonesia akan sangat berbahaya bagi fauna akuatik asli Indonesia. Ikan tersebut dapat menjadi kompetitor untuk ikan asli dalam mendapat makanan maupun pemanfaatan ruang, bila ukurannya sama dengan ikan asli. Namun, mengingat ukurannya dapat mencapai 3-4 meter dengan berat ratusan kilogram, tentu bisa menghabiskan fauna akuatik asli di perairan manapun.
Daya tahan kuat
Kemampuan bertahan ikan Arapaima gigas di perairan umum sangat baik, meskipun kondisi perairan yang tidak bagus, karena ikan ini dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Struktur insang hanya berfungsi saat masih juvenil (remaja).
Seiring dengan pertumbuhan ikan itu, insang tersebut mengalami transisi menjadi paru-paru primitif, yang memungkinkan ikan ini untuk beradaptasi di lingkungan yang buruk dan rendah kadar oksigen sekalipun.
Warna kepala berubah
Induk Arapaima gigas mempunyai pola pengasuhan, jantan dan betina bekerja sama membuat lubang dengan lebar sekitar 50 sentimeter dan kedalaman 20 cm. Betina akan meletakkan telurnya yang dapat mencapai 50 ribu butir di lubang tersebut. Lalu, jantan membuahi telur dan telur itu pun dijaga dengan baik oleh si jantan.
Selain itu, warna kepala ikan ini berubah menjadi lebih gelap untuk melindungi keberadaan junvenilnya yang baru menetas. Setelah anak-anaknya cukup besar, induk jantan warnanya kembali lebih cerah dan berenang meninggalkan mereka.
Terancam punah
Di negara asalnya, Brasil, ikan Arapaima gigas sudah mengalami overfishing. Sehingga, pemerintah Brasil melarang untuk menangkapnya sejak 2001, namun illegal fishing masih terus berlanjut hingga diduga populasinya semakin menurun.
Menurut World Conservation Monitoring Centre, ikan ini telah masuk dalam Red List of Threathened Species IUCN 1996, walaupun IUCN belum menetapkan status karena tidak adanya data mendetail tentang status populasinya.
Arapaima gigas telah pula masuk dalam list Convention International Trade in Endangered (CITES) dan tergolong Appendix II, berarti ikan spesies ini belum mengalami kepunahan, namun harus dikontrol perdagangannya untuk mencegah hal-hal yang berimbas pada kelestarian, keberadaannya di alam.
Berjuluk ikan merah
Arapaima gigas dinamai pirarucu oleh masyarakat lokal di sepanjang Sungai Amazon, yang artinya ikan merah. Penamaan ini berdasarkan pancaran kemerahan dari sisik-sisik ke arah ekor dan juga warna kemerahan-oranye dari filet dagingnya.
Ikan itu merupakan ikan air tawar endemik Sungai Amazon yang dideskripsi oleh seorang dokter dan naturalis dari Swiss, Heinrich Rudolf Schinz.
Ikan ini telah dipublikasikan pada 1822. Ikan Arapaima Gigas berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Amazon, Brasil. Selain itu, ikan ini juga dijumpai di negara-negara lain sepanjang Sungai Amazon lainnya, yaitu Kolombia, Equador, Guyana, dan Peru.