Alasan Apple Dirikan Data Center Pertama di China
- REUTERS/Dado Ruvic
VIVA.co.id – Apple Inc dikabarkan segera membuka pusat data atau data center pertamanya di China dengan menggandeng sebuah perusahaan layanan internet lokal.
Vendor yang berpusat di Silicon Valley, California, Amerika Serikat, itu menyebut pembangunan data center dilakukan sebagai upaya mematuhi Undang Undang Keamanan Siber yang diresmikan pada bulan lalu di Negeri Tirai Bambu.
Diberitakan oleh Ibtimes, Jumat, 14 Juli 2017, raksasa teknologi tersebut mengatakan bahwa data center akan ditempatkan di barat daya Provinsi Guizhou, dan Apple berencana menanamkan investasi senilai US$1 miliar atau sekitar Rp13 triliun di wilayah seluas 176.100 kilometer persegi.
Pejabat perusahaan Apple Inc menyampaikan bahwa data center akan dioperasikan dalam kemitraannya dengan sebuah firma pengelola data lokal bernama Guizhou-Cloud Big Data Industry Co Ltd (GCBD).
"Penambahan data center ini diharapkan mampu meningkatkan kecepatan, keandalan produk, serta layanan kami. Tentu kami harus mematuhi peraturan ini, yang mengharuskan layanan Cloud dijalankan oleh perusahaan-perusahaan China," ujar pejabat Apple yang tidak disebutkan namanya itu.
Meski demikian, Apple menekankan bahwa mereka akan mempertahankan kunci enkripsi untuk semua data yang tersimpan di pusat Guizhou. Sementara itu, New York Times melaporkan, Guizhou-Cloud Big Data tidak akan menggenggam akses data pengguna Apple.
Artinya, perusahaan-perusahaan lokal tidak dapat melihat dokumen dan foto pengguna yang tersimpan di akun iCloud mereka, tanpa seizin Apple. Mereka satu dari sedikit perusahaan teknologi asing yang sedang berkembang di China.
Tak Ada 'Pintu Belakang'
Apple juga disebut sebagai perusahaan asing ketiga yang mematuhi aturan tersebut. Perusahaan asing lain yang bergerak di bidang Cloud dan sudah memiliki data center di China, antara lain yakni Amazon.com Inc dan Microsoft Corp.
Sebagaimana diketahui, China baru saja mengesahkan undang-undang baru tentang keamanan siber pada 1 Juni 2017. Peraturan tersebut mewajibkan setiap perusahaan asing yang beroperasi di negaranya untuk menyimpan seluruh data pengguna di dalam negeri.
Kontroversial dan kritik terhadap berlakunya UU Siber di China muncul. UU ini dianggap menimbulkan kekhawatiran tentang peraturan baru yang tidak jelas, karena hanya menargetkan perusahaan asing. Namun, otoritas Beijing membantah tuduhan tersebut.
Pihak berwajib mengklaim aturan baru itu tidak dibuat untuk mempersulit atau bahkan merugikan perusahaan-perusahaan asing yang masuk ke China. UU Siber diciptakan sebagai bentuk reaksi pencegahan serangan kriminal dunia maya dan aksi teror.
Sejalan dengan pernyataan itu, Apple mengaku pihaknya memiliki sistem perlindungan privasi yang kuat untuk memastikan keamanan data pengguna. Untuk itu, Apple menegaskan bahwa tak ada 'pintu belakang' yang akan diterapkan ke dalam perusahaannya. (art)