Militer AS Kepincut Satelit Ukuran 'Kotak Sepatu'
- www.lockheedmartin.com
VIVA.co.id – Capella Space, sebuah perusahaan rintisan, atau startup di jagat teknologi yang dalam jangka waktu hanya satu tahun berhasil mendapatkan pelanggan yang tidak biasa, yaitu militer Amerika Serikat.
Capella Space selintas tampaknya sama seperti perusahaan rintisan teknologi lainnya di Silicon Valley, California, AS, dengan pemandangan orang-orang yang sibuk menulis kode komputer di meja mereka.
“Kami senang bekerja dengan pemerintah (AS), karena kami bisa membantu mereka untuk menghemat uang serta memperkenalkan kemampuan yang sebelumnya tidak dimiliki,” ujar Payam Banazadeh, salah satu pendiri dan CEO Capella Space, seperti dikutip situs Voa, Sabtu 20 Mei 2017.
Capella Space saat ini, memproduksi jenis satelit khusus yang mampu untuk menangkap citra, meskipun terhalang awan dan pada saat malam hari. Namun, yang membuatnya unik adalah ukurannya.
Menurut Banazadeh, ukuran satelit itu hanya sedikit lebih besar dari kotak sepatu. “Mereka (pihak militer) telah memilikinya sejak lama. Bahkan, ini adalah tipe teknologi militer. Masalahnya, satelit yang mereka gunakan berukuran masif. Satelit tersebut seukuran bus sekolah,” jelas imigran asal Iran itu.
Tidak seperti satelit milik militer Paman Sam, Capella Space dapat membangun satelit dengan ukuran lebih kecil, berbiaya lebih murah, dan memiliki kecepatan yang lebih tinggi.
Banazadeh mengungkapkan, salah satu rahasia perusahaannya bisa menciptakan satelit inovasi ini lantaran menerapkan dua prinsip. "Kultur di Silicon Valley dan ekosistem di banyak perusahaan startup di jagat teknologi, risiko dan kecepatan mendorong terciptanya inovasi," papar dia.
Karena itu, pihak militer AS sekarang dengan segera dapat menjadi satu dari pelanggan Capella Space, untuk data satelitnya lewat sebuah kelompok baru yang berada di bawah Departemen Pertahanan (Pentagon), yang disebut Unit Eksperimental Inovasi Pertahanan (DIUx).
“Departemen Pertahanan adalah birokrasi terbesar di dunia. Anggotanya mencapai tiga juta orang, dari militer maupun sipil. Dalam sebuah organisasi besar, untuk melakukan sesuatu butuh waktu lama dan untuk hal-hal tertentu hal ini masuk akal,” ujar Raj Shah, mitra pengelola DIUx.
Menurutnya, ada hal-hal tertentu yang sifatnya rahasia dan harus dilindungi. "Dan, sudah barang tentu, segalanya yang disentuh oleh para prajurit kami memiliki implikasi hidup atau mati,” kata dia, menambahkan.
Sebagai hasilnya, kalangan militer cenderung untuk menghindari risiko, dan di banyak kasus, hanya akan mengadopsi teknologi ketika teknologi itu telah mencapai kesempurnaan. Meskipun demikian, saat itu tiba, acapkali teknologinya sudah usang.