Bigo Live: Kami Bukan Platform Pornografi
- Bigo Live
VIVA.co.id – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika mengklaim telah memblokir situs Bigo Live. Platform live streaming itu dituding berisi konten pornografi, yang menghadirkan wanita-wanita berlagak sensual.
Pihak Bigo Live membantah tudingan tersebut. Menurut mereka, platform yang mereka kembangkan murni untuk menyalurkan bakat terpendam orang-orang di segala bidang, ada yang menunjukkan bakat sebagai penyanyi, chef, pesulap, sampai memperkenalkan keindahan wisata daerah saat pengguna melakukan traveling.
"Platform kami bagus, bukan pornografi. Namun seperti halnya pisau, ada yang menggunakannya hanya sekadar untuk memotong sayuran, ada juga yang menggunakannya untuk kejahatan. Perilaku negatif seperti sensualitas itu hanya dilakukan segelintir pengguna yang ingin sukses secara instan, namun memang imbasnya cukup besar ke kami. Kami menyadari hal itu," ujar Teng Yee Kiong, Marketing Director Bigo Live, yang berkantor pusat di Singapura, kepada Viva.co.id, Senin malam, 19 Desember 2016.
Yee mengaku jika sejatinya platform miliknya itu telah sejak lama memiliki sistem censorship berlapis-lapis. Tidak hanya notifikasi tapi juga report button, sampai melibatkan mesin otomatis.
"Kami punya enam layer censorship. Pertama notifikasi default yang dimunculkan pengguna saat ingin menonton Live. Lalu ada juga notifikasi untuk broadcasternya. Tidak lupa kami sematkan report button. Berikutnya, kami melibatkan teknologi artificial intelligence (AI) untuk scan sensor otomatis konten yang menyalahi aturan. Lalu ada juga sensor manual dengan melibatkan 300 orang yang memindai 60 juta screenshot akun setiap harinya. Terakhir, di Indonesia, kami akan mengerahkan sedikitnya 10 orang untuk melakukan censorship lokal," papar pria yang pernah menjadi petinggi di Singtel itu.
Dalam notifikasi default yang ditujukan kepada pengunjung dan broadcaster, Bigo meminta keduanya untuk menjaga norma saat sedang Live. Norma yang dimaksud, termasuk tidak melakukan aksi pornografi ataupun sensual, melanggar hak cipta, dan juga menyebar konten SARA. Sebagai peringatan keras, Bigo secara tegas memberitahukan bahwa segala bentuk pelanggaran akan mereka tindak, berupa pemblokiran akun, yang membuat pengguna tidak lagi bisa melakukan live streaming seumur hidup.
"Di Indonesia, kami punya 10 juta pengguna terdaftar dengan satu juta pengguna aktif setiap harinya. Indonesia masuk Top 5 negara pengguna Bigo. Total pengguna terdaftar di layanan kami dari seluruh dunia ada 60 juta. Akibat pemblokiran ini, trafik kami turun sampai 30 persen," curhat Yee.
Namun demikian, Yee mengaku berterima kasih kepada pemerintah dengan adanya blokir ini. Pasalnya, pengguna maupun broadcaster kini jadi semakin hati-hati saat sedang Live dan tidak lagi semau mereka melanggar aturan yang sebenarnya sudah ditetapkan Bigo.
"Sejak adanya pemblokiran, pengguna, apalagi broadcaster, sepertinya teredukasi dengan sendirinya dan mulai berhati-hati saat Live. Mereka tahu, platform ini bagus dan bisa mendatangkan uang, malah sampai menjadikan mereka selebriti. Ini yang akan kami jaga ke depannya," ujar Yee.
Edukasi mengenai fungsi sebenarnya dari Bigo itulah yang akan dilakukan pihaknya ke depan. Yee ingin menghilangkan persepsi negatif masyarakat terhadap Bigo, yang bukan platform pornografi tapi untuk murni mengembangkan talent pengguna.
"Mereka yang melakukan pornografi atas nama Bigo Live, seperti yang disebar di YouTube, kami pastikan bukan dari platform kami karena di Bigo tidak ada fitur perekaman video. Semua hasil Live Streaming tak tersimpan ataupun terekam. Sedangkan iklan atas nama Bigo yang menampilkan wanita seksi dan sensual, bukan dari kami melainkan mereka mempromosikan situs palsu dengan nama yang sama," ujar Yee.
Yee mengaku, saat mencari dengan keyword 'Bigo' di Google Search, akan muncul banyak situs palsu dengan nama yang sama. Situs-situs itulah yang dituding Yee telah menyebarkan konten pornografi. Padahal situs resmi Bigo hanyalah BigoLive.tv.
"Kami telah mengajukan tuntutan hukum untuk situs-situs palsu itu. Tantangan kami selanjutnya adalah mendaftarkan domain kami di setiap negara agar tidak ada yang bisa dipakai untuk disalahgunakan," katanya.
Tak dijanjikan apapun oleh Menkominfo
Yee juga sempat bercerita mengenai kunjungannya ke kantor Menkominfo. Dikatakannya, kala itu Menkominfo Rudiantara hanya mendengarkan penjelasan dari pihaknya. Di situ, mereka menjabarkan sistem censorship berlapis yang sebenarnya telah lama mereka miliki.
Sayang, meski telah bersilaturahmi, Yee mengaku belum ada janji apapun dari pemerintah untuk membuka kembali blokir Bigo. Namun demikian, Yee tetap optimistis. Dia dan tim-nya akan terus berupaya untuk memperbaiki citra Bigo.
"Kami sadar kesalahan kami. Oleh karena itu kami akan berusaha terus, mulai dengan mendirikan kantor, membentuk perusahaan, mempekerjakan orang lokal, dan yang terpenting mengedukasi pengguna tentang kebaikan Bigo," ucap Yee.