Ojek Online Dilarang, Kenapa Google dan Facebook Tidak?

Andi Boediman
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id
Startup Indonesia Gembira Bisa 'Naik Haji' ke Silicon Valley
- Keputusan membingungkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait larangan aplikasi layanan transportasi dinilai tidak tepat dan hanya akan merusak kreativitas. Jika jadi dilarang, hal itu akan bertolak belakang dengan arah kemajuan negara dalam memanfaatkan teknologi.
Ratusan Driver Gojek Sweeping Ojek Pangkalan di Margonda

Seperti disampaikan
Gojek Dapat Suntikan Dana Lagi Rp7 Triliun
Managing Partner
Ideosource, Andi S. Boediman, adanya layanan seperti ojek online ini, justru membantu persoalan transportasi yang ada di Indonesia.


Seperti diketahui, sampai saat ini, belum ada akses transportasi umum yang terbilang layak yang disediakan oleh masyarakat. Terutama, layanan yang bisa menyentuh hingga ke jalan-jalan terpencil.

"Katanya mau encouraged (mendukung) Indonesia lebih maju lagi, tetapi kok dilarang berinovasi," ucap Andi kepada Viva.co.id, melalui sambungan telepon, Jumat 18 Desember 2015.

Pelarangan oleh Kemenhub ini, dikatakan Andi, karena pemerintah melihat dari sisi regulasi yang belum dilahirkan untuk mengatur sistem transportasi berbasis teknologi. Padahal, kehadiran aplikasi telah menumbuhkan lapangan kerja serta gaji di atas rata-rata.

"Menurut saya, Kemenhub melakukan pelarangan, karena regulasinya belum ada. Organda dirugikan. Kalau seperti itu, Google, Facebook juga dilarang (seharusnya) karena dapat merusak Koran," ungkap Andi yang juga seorang investor perusahaan rintisan.

Dipaparkannya, para investor melirik para perusahaan rintisan (startup) bukan tanpa sebab. Investor akan melihat tiga sudut, sebelum mereka menaruh uang jutaan dolar untuk mengembangkan startup tersebut.

"Pertama, investor akan melihat suatu perusahaan yang bisa jadi pemecah masalah sosial. Kedua, dampak ekonomi yang akan terjadi, potensi bisnisnya ada atau tidak. Ketiga, pemerintah tugasnya mengeluarkan regulasi dengan tepat, baik yang belum ada, sudah ada, atau yang lama diperbaiki lagi," jelas dia.

Agar persoalan ini tidak terulang kembali. Andi mengatakan alangkah baiknya, para pelaku layanan transportasi online ini menghadap ke pemerintah secara bersama-sama.

"Biasanya kalau dipanggil itu satu-satu. Kenapa tidak mereka buat asosiasi, kemudian suarakan," ucap dia. (asp)
Startup yang akan berguru ke markas Google

Enam Startup Indonesia Kembali Berguru ke Markas Google

Ini merupakan gelombang kedua startup Indonesia yang digembleng Google

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016