Ojek Online Dilarang, Kenapa Google dan Facebook Tidak?
Jumat, 18 Desember 2015 - 14:59 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id
- Keputusan membingungkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait larangan aplikasi layanan transportasi dinilai tidak tepat dan hanya akan merusak kreativitas. Jika jadi dilarang, hal itu akan bertolak belakang dengan arah kemajuan negara dalam memanfaatkan teknologi.
Seperti disampaikan
Managing Partner
Ideosource, Andi S. Boediman, adanya layanan seperti ojek online ini, justru membantu persoalan transportasi yang ada di Indonesia.
Seperti diketahui, sampai saat ini, belum ada akses transportasi umum yang terbilang layak yang disediakan oleh masyarakat. Terutama, layanan yang bisa menyentuh hingga ke jalan-jalan terpencil.
"Katanya mau
encouraged
(mendukung) Indonesia lebih maju lagi, tetapi kok dilarang berinovasi," ucap Andi kepada
Viva.co.id , melalui sambungan telepon, Jumat 18 Desember 2015.
"Menurut saya, Kemenhub melakukan pelarangan, karena regulasinya belum ada. Organda dirugikan. Kalau seperti itu, Google, Facebook juga dilarang (seharusnya) karena dapat merusak Koran," ungkap Andi yang juga seorang investor perusahaan rintisan.
Dipaparkannya, para investor melirik para perusahaan rintisan (
startup
) bukan tanpa sebab. Investor akan melihat tiga sudut, sebelum mereka menaruh uang jutaan dolar untuk mengembangkan startup tersebut.
"Pertama, investor akan melihat suatu perusahaan yang bisa jadi pemecah masalah sosial. Kedua, dampak ekonomi yang akan terjadi, potensi bisnisnya ada atau tidak. Ketiga, pemerintah tugasnya mengeluarkan regulasi dengan tepat, baik yang belum ada, sudah ada, atau yang lama diperbaiki lagi," jelas dia.
Agar persoalan ini tidak terulang kembali. Andi mengatakan alangkah baiknya, para pelaku layanan transportasi online ini menghadap ke pemerintah secara bersama-sama.
"Biasanya kalau dipanggil itu satu-satu. Kenapa tidak mereka buat asosiasi, kemudian suarakan," ucap dia. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Menurut saya, Kemenhub melakukan pelarangan, karena regulasinya belum ada. Organda dirugikan. Kalau seperti itu, Google, Facebook juga dilarang (seharusnya) karena dapat merusak Koran," ungkap Andi yang juga seorang investor perusahaan rintisan.