Menkominfo: Uber Harus Ditata
Kamis, 20 Agustus 2015 - 12:18 WIB
Sumber :
- REUTERS/Kai Pfaffenbach
VIVA.co.id
- Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengakui pemerintah masih berjuang mengatur dan mengelola e-commerce di Indonesia yang terus berkembang. Menurut pria yang akrab disapa RA tersebut, potensi e-commerce di Indonesia naik dalam hitungan singkat.
"Tahun lalu saja potensi e-commerce US$12 miliar, sebelumnya US$8 miliar dan tahun ini diperkirakan US$18 miliar. Tapi maaf, pemerintah belum bisa apa-apa," kata Rudiantara dalam diskusi Google 'Bisnis Go Online' di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis 20 Agustus 2015.
Baca Juga :
Masih Merugi, Uber 'Dicaplok' Didi Chuxing
Baca Juga :
Tren IT Tak Lagi Tersentralisasi
"Tahun lalu saja potensi e-commerce US$12 miliar, sebelumnya US$8 miliar dan tahun ini diperkirakan US$18 miliar. Tapi maaf, pemerintah belum bisa apa-apa," kata Rudiantara dalam diskusi Google 'Bisnis Go Online' di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis 20 Agustus 2015.
Tapi menurutnya, saat ini banyak layanan yang berbasis e-commerce lainnya muncul. Salah satunya layanan solusi transportasi online. "Banyak yang muncul, apalagi ada Go-Jek, ada Uber," ujarnya.
RA pun menyoroti soal munculnya solusi transportasi taksi berbasis aplikasi, Uber. Ia menanggapi kontroversi Uber yang sudah ditolak operasinya oleh para angkutan transportasi konvensional yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda).
"Uber bagi saya hanya masalah waktu saja. Masyarakat jadi ada pilihan (dengan adanya Uber)," ujar dia.
Namun demikian, kata mantan petinggi beberapa operator telekomunikasi itu, keberadaan Uber perlu dikelola.
"Hanya bagaimana menatanya. Mereka harus inkorporasi di Indonesia. Harus bangun kantor di sini. Ikuti aturan di sini. Dia harus ikut UU PT di Indonesia," katanya.
Selain itu RA mengharapkan Uber menggunakan sistem pembayaran yang dirilis perbankan Indonesia.
Sementara dari sisi transportasi, menurutnya Uber harus setara dengan perusahaan transportasi konvensional, termasuk dalam sistem dan operasinya. Dalam hal ini, kebijakannya terkait dengan aturan di Kementerian Perhubungan.
"Jadi Uber posisinya kan (berbasis) teknologi, dia beri efisiensi. Dia nggak investasi taksi seperti perusahaan. Jadi levelnya harus setara," ujar dia.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Tapi menurutnya, saat ini banyak layanan yang berbasis e-commerce lainnya muncul. Salah satunya layanan solusi transportasi online. "Banyak yang muncul, apalagi ada Go-Jek, ada Uber," ujarnya.