Pemerintah Gencar Sosialisasi Prinsip Restoratif dan Diversi

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong.
Sumber :
  • Misrohatun Hasanah

VIVA Tekno – Orangtua tentu ingin anak-anaknya bisa tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang baik, menikmati layanan pendidikan dan terhindar dari jerat kejahatan baik sebagai korban atau pelaku. Namun, perjalanan hidup terkadang tak selalu seindah yang diharapkan.

Polisi Cek Kondisi Anak 9 Tahun Usai Dianiaya dan Dipaksa Minum Miras oleh 4 Pria di Tangerang

Sejumlah anak Indonesia terpaksa berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kejahatan. Kondisi dilematis ini tergambar pada data yang dipaparkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Selama periode 2016-2020, KPAI mencatat ada 655 anak yang harus berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kekerasan. Rinciannya, 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis.

Putusan ICC Akhiri Impunitas Puluhan Tahun yang Dinikmati Pejabat Israel, Menurut OKI

Anak yang bertindak nakal dan berujung pada kejahatan merupakan fenomena yang memprihatinkan. Penanganannya bukan hanya menjadi tanggung jawab orangtua dan keluarga, namun juga menjadi tantangan besar. Di sisi lain, selama menjalani proses hukum, anak tetap harus dilindungi hak-hak dan privasinya karena statusnya sebagai anak-anak.

Di Indonesia, peradilan terhadap anak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-undang ini mengatur batasan usia anak yang terlibat dalam perkara hukum yakni mereka yang berusia 12 hingga kurang dari 18 tahun.

PBB: Kematian Anak Palestina akibat Dibunuh Tentara Israel di Tepi Barat Naik Tiga Kali Lipat

Sistem Peradilan Anak di Indonesia secara tegas menerapkan konsep keadilan restoratif dan proses diversi. Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi yang mana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana berunding untuk mencari solusi dan merancang kewajiban tanpa berdasarkan pembalasan.

Adapun keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban, dan pihak-pihak terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

ilustrasi penyiksaan anak

Photo :
  • bedneyimages/freepik

Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong, penerapan prinsip restoratif dan diversi bertujuan untuk menjaga kesehatan mental anak dengan menghindari stigmatisasi anak yang terlibat dalam masalah hukum.

Dengan begitu, anak bisa kembali ke lingkungan sosial mereka tanpa takut dicap sebagai pelaku kejahatan. Menurutnya, ada beberapa tujuan dari proses diversi. Pertama, mencapai perdamaian antara korban dan anak. Kedua, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan. Ketiga, menghindarkan anak dari dari perampasan kemerdekaan.

“Karenanya, dalam proses peradilannya, anak harus didampingi oleh pejabat yang memiliki pemahaman khusus tentang masalah anak. Bahkan, dalam penyelidikan perkara anak, penyidik wajib meminta pandangan dari pembimbing kemasyarakatan,” jelas Usman Kansong.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa prinsip restoratif dan diversi ini terus disosialisasikan secara luas agar masyarakat memahami dan teredukasi tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ini bertujuan agar Sistem Peradilan Pidana Anak dapat memprioritaskan perlindungan terhadap harkat dan martabat anak.

Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Photo :
  • VIVA.co.id/Afra Augesty

"Kami dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika berupaya keras untuk menyebarkan informasi mengenai hal ini melalui berbagai saluran media yang dikelola,” papar Usman Kansong.

Selain itu, ia juga mengajak rekan-rekan media untuk bersama-sama menjaga dan melindungi identitas anak-anak yang terlibat masalah hukum.

"Jika anak melakukan tindak kriminal maka mereka memiliki penanganan hukum khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Peradilan pidana anak menekankan pentingnya pemberian hukuman yang positif yakni hukuman yang tidak memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya