Jangan Sampai Teknologi Menghilangkan Identitas Budaya Indonesia
- Qlue
VIVA – Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), tercatat sebanyak 202 juta orang di Indonesia sudah mengakses internet dengan nilai ekonomi digital sebesar Rp632 triliun, dan angka itu berpotensi untuk terus tumbuh hingga Rp4.531 triliun pada 2030.
Hal itu diprediksi akan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Pemerintah sedang mengembang digitalisasi pada 4 sektor dalam mendorong pemanfaatan potensi ekonomi digital, yakni melalui aspek infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.
Pengembangan 4 sektor itu juga akan memperhatikan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Sasaran pembangun masyarakat digital ini akan berupa literasi kemampun, etika, keamanan, dan berbudaya di dunia maya.
Hingga 2024, program masyarakat digital ditargetkan menghasilkan 50 juta orang Indonesia yang memiliki tingkat literasi digital yang baik. Qlue mendorong peningkatan lokalisasi teknologi di Indonesia.
Hal itu menjadi salah satu kunci dari pemanfaatan teknologi yang penetrasi sangat tinggi dengan selalu mempertahankan kearifan lokal. Lokalisasi teknologi juga dipandang perlu supaya tidak terjadi benturan digitalisasi dengan nilai-nilai budaya Indonesia agar masyarakat tidak kehilangan identitas.
Pendiri dan Kepala Eksekutif Qlue Rama Raditya mengatakan kemajuan teknologi memiliki potensi untuk mendegradasi kearifan lokal jika tidak dikelola optimal. Salah satu contoh adalah urbanisasi yang semakin tinggi lantaran perkembangan teknologi cenderung lebih banyak dimanfaatkan di kawasan perkotaan.
Kondisi ini mengakibatkan kawasan perdesaan menjadi berpotensi ditinggal penduduknya yang berpotensi mengurangi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat. Karena itu, lokalisasi teknologi menjadi vital demi mendorong sinergi yang lebih optimal.
Sebab, penetrasi teknologi yang mayoritas berasal dari luar negeri tidak otomatis menjadi jawaban atas persoalan yang terjadi di suatu wilayah. “Suatu hal yang signifikan adalah mengakomodir pasar yang ada. Tidak hanya fokus mengembangkan teknologi, tapi juga mengadaptasi agar jadi solusi atas sebuah masalah," ujar Rama, Selasa, 12 Oktober 2021.
Secara talenta, ia melanjutkan, Qlue memiliki engineer yang berasal dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Bandung, bahkan sampai Papua. Prinsip hyper-localized teknologi itu sudah diterapkan oleh Qlue sehingga bisa menjangkau seluruh provinsi di Indonesia, bahkan diterima oleh pasar di Jepang, Malaysia, dan Singapura.
Pada kesempatan yang sama, Chief of Digital and Business Innovation Telkom Indonesia, Muhamad Fajrin Rasyid mengatakan, potensi ekonomi digital Indonesia yang sangat besar tersebut berkat prinsip lokalisasi teknologi dalam aspek memahami kebutuhan dan kondisi pasar lokal secara baik.
Dengan memanfaatkan kearifan lokal, banyak startup di Indonesia bisa bersaing dengan pemain global dan bahkan menjadi pemimpin pasar dalam negeri. Pemanfaatan kearifan lokal dan lokalisasi teknologi tersebut juga pada akhirnya membentuk model bisnis yang menyesuaikan dengan kesiapan pasar saat ini.
Pada saat yang bersamaan, pelaku usaha juga secara perlahan bisa mendorong situasi pasar yang untuk untuk lebih masuk ke arah transformasi digital yang lebih masif sesuai dengan agility perusahaan. "Hal ini merupakan kunci agar pelaku usaha di Indonesia, termasuk startup, bisa bersaing dengan para pemain global,” jelas Fajrin.