Startup GPS Anak Bangsa Siap Ikut Jejak Bukalapak dan Zyrex
- Fox Logger
VIVA – Bicara GPS tracker di Indonesia, tidak bisa lepas dari Fox Logger. Perusahaan rintisan atau startup penyedia layanan piranti GPS berbasis IoT (internet of things) itu memiliki penjualan yang stabil, bahkan meningkat di masa pandemi COVID-19.
Pada semester I/2021, product sold (unit terjual) GPS Fox Logger melonjak 79,4 persen atau mendekati 50 ribu unit jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya 25.530 unit.
Berkembang pesatnya Fox Logger sebagai pemain pasar GPS Indonesia tak bisa dilepaskan dari dua sosok pendirinya, Alamsyah Cheung dan Darren Suciono.
Dua anak muda tersebut bahu-membahu membangun startup ini dari titik nol hingga seperti sekarang.
Sebelum menjadi entrepreneur, Alamsyah bekerja sebagai salesman keliling sebuah produk GPS untuk kendaraan roda empat.
Sambil kuliah di London School of Public Relations (LSPR) Jakarta, ia menjajakan produk GPS di pasar-pasar otomotif, terutama di seputaran pasar mobil Kemayoran dan ITC Fatmawati, Jakarta.
“Saya tinggal pasarkan barang punya bos, nanti dapat cuan dari selisih harga jual,” katanya terkenang, Senin, 27 September 2021.
Setelah beberapa tahun menjadi salesman, Alamsyah akhirnya terdorong untuk memberanikan diri menjadi entrepreneur.
Saat itu dirinya melihat kian besarnya populasi kendaraan bermotor di Indonesia ternyata belum berjalan seiring dengan aspek keamanannya, terutama dalam menghindari aksi pencurian.
Alamsyah menggandeng Darren – alumnus President University yang ahli online marketing – untuk bersama-sama meluncurkan produk GPS tracker kendaraan dengan menawarkan banyak manfaat, tidak hanya aspek keamanan tapi juga efisiensi dan produktivitas.
Pada 2015, mereka akhirnya mengibarkan Fox Logger Indonesia, sementara produknya diberi merek Fox Logger GPS Technology.
Bersama dengan Darren beserta para teknisi lokal, Alamsyah menghadirkan produk yang software-nya digarap sendiri, tidak membeli atau menyewa dari provider luar negeri.
“Ini murni produk anak bangsa,” ujar Darren.
Menurutnya, data real-time yang disajikan GPS tracker milik Fox Logger akan memberikan informasi posisi kendaraan secara presisi, yang tentunya bisa membantu melacak kendaraan seandainya terjadi pencurian.
Selain itu, GPS tracker juga membantu produktivitas serta efisiensi kendaraan karena lewat tracking yang terpampang jelas, rute kendaraan bisa diatur.
Menyadari kepercayaan pelanggan sangat penting, sejak awal, Alamsyah dan Darren membangun sistem 24 jam untuk berkomunikasi dan merespons keluhan pelanggan.
Mereka menyiapkan tenaga customer service yang andal untuk menanggapi setiap keluhan atau pertanyaan yang masuk.
“Kami percaya, bisnis itu seringkali tumbuh dari word of mouth yang baik. Kalau pelanggan puas, mereka akan merekomendasikannya ke pihak lain,” papar Alamsyah, yang menjabat kepala eksekutif Fox Logger Indonesia.
Kedua pun senada memiliki prinsip make customer happy first, then profit will come to you. Benar saja. Klien Fox Logger rata-rata perusahaan transportasi dan logistik serta pemerintah daerah, seperti Pemprov DKI Jakarta.
Sebagai startup, Fox Logger Indonesia tentu ingin menjadi perusahaan yang lincah berinovasi. Di antaranya mereka memasarkan GPS tracker untuk jemaah umrah/haji, narapidana, termasuk juga untuk penderita COVID-19 yang tengah melakukan isolasi mandiri.
Lantaran berhasil mengibarkan bisnis dari titik nol, baik Alamsyah maupun Darren, punya lima tips buat anak-anak muda lain yang ingin mendirikan startup dan menjadi entrepreneur dari nol.
Pertama, fokus pada bisnis yang digeluti dengan target pasar yang jelas. Kedua, memiliki team work yang kuat. Ketiga, jangan mudah puas. Keempat, rajin meluaskan jejaring. Kelima, jangan menampik rezeki hanya karena menganggap kecil.
“Kami sering kali mendapat keuntungan besar yang bermula dari pintu masuk keuntungan yang kecil, alias rekomendasi,” ujar Alamsyah sambil tersenyum lebar.
Kini, setelah 6 tahun berjalan, Alamsyah dan Darren memiliki cita-cita besar. Dalam kurun 3-4 tahun ke depan, mereka ingin Fox Logger Indonesia bisa menjadi pemain terbesar di Asia Tenggara dan IPO di Bursa Efek Indonesia dengan valuasi Rp1 triliun.
Mereka ingin mengikuti jejak sejumlah perusahaan teknologi nasional seperti Bukalapak, Zyrex, Anabatic, Telefast Indonesia, dan perusahaan aggregator voucher diskon, PT Trimegah Karya Pratama Tbk, yang lebih dikenal dengan Ultra Voucher, yang belum lama IPO.
“Semoga. Doakan saja,” kata Darren, penuh optimisme.
Untuk menuju ke arah itu, keduanya kini terus berbenah dan meningkatkan kemampuan SDM, juga memantapkan infrastruktur perusahaan.
Salah satunya yang tengah disiapkan adalah membangun Fox Logger Tower di bilangan Cideng, Jakarta Pusat. Kelak, dari sinilah mereka akan mengoperasionalkan perusahaan, mulai dari memasarkan sampai memonitor segala hal yang terkait produk dan pelanggan.