Fintech Bagai Dua Sisi Mata Uang

Ilustrasi fintech.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Perusahaan rintisan teknologi berbasis keuangan atau startup fintech bagaikan dua sisi mata uang. Satu sisi, mengisi kesenjangan keuangan (financial gap) akibat masih banyaknya masyarakat yang belum tersentuh industri keuangan. Sisi lain, kehadiran fintech merupakan ancaman bagi perbankan karena sebagai alternatif mencari modal.

OJK Sebut Industri Fintech RI Masih Lemah Modal hingga Kurang SDM Berkualitas

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengungkapkan financial gap yang terjadi di Indonesia nilainya mencapai US$165 miliar (Rp2.300 triliun), lantaran belum mampu tersentuh dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.

Baca: Balas Pesan Ini, Kamu Bakal Menderita Seumur Hidup

OJK Sebut Pengembangan Industri Keuangan RI Butuh Peran Krusial Sektor Ini

Nilai potensi financial gap yang begitu besar itu mendorong pertumbuhan yang pesat untuk inovasi digital yang terbukti dengan makin banyaknya kehadiran startup fintech di Indonesia.

"Kesenjangan keuangan sebesar RpRp2.300 triliun ini memang perlu kita sentuh supaya bisa menjadi benefit buat negara kita,” kata Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, Dino Milano Siregar, Rabu, 16 Desember 2020.

Kembangkan Ekosistem Industri Fintech, AFPI Perluas Jaringan Global

Besarnya financial gap, menurutnya, juga dapat terlihat dari banyaknya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang belum tersentuh dukungan dari lembaga keuangan dan perbankan.

Ia menyebut ada 70 persen UMKM di Indonesia yang belum tersentuh lembaga keuangan, khususnya digital keuangan. Padahal, kurangnya akses kredit dinilai menjadi salah satu kendala utama dalam pertumbuhan UMKM.

Karena itu, tidak heran jika kehadiran fintech berkembang sangat pesat. “Fintech bisa menjadi solusi untuk mengisi kesenjangan pembiayaan, karena lebih hemat biaya dan saluran yang efisien untuk menjangkau jarak jauh komunitas yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan tradisional,” ujarnya.

Untuk mengantisipasi pertumbuhan yang pesat dari fintech, OJK menerapkan smart regulatory approach untuk inovasi fintech. Hal itu dilakukan sebagai jembatan terkait upaya OJK mengatur fintech. “Fintech kalau diatur secara ketat. Kalau tidak diatur maka akan berkembang liar. Kami akan mengaturnya secara pelan-pelan," ungkap dia.

Pada kesempatan yang sama, Chief Customer Officer Telkomtelstra, Agus F. Abdillah, menilai pertumbuhan pesat inovasi digital di sektor keuangan memang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0. Transformasi digital membuat layanan pelanggan menjadi lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah.

"Menariknya lagi, yang paling banyak mengadopsi teknologi digital ini adalah perbankan dan fintech," tegasnya. Agus lalu mengutip survei PWC pada 2018 terhadap 52 pimpinan perusahaan perbankan di Indonesia di mana 72 persen responden menyatakan fintech menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan dan lembaga keuangan konvensional.

“Dengan jumlah basis pelanggan yang besar, fintech bisa masuk sangat cepat dengan industri keuangan untuk transaksi pembayaran. Sebagai startup yang lahir dari teknologi digital, fintech sangat cepat memiliki kemampuan membangun super apps yang dilengkapi dengan data analytics dan machine learning,” papar Agus.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya