Gelombang PHK Startup Unicorn dan Decacorn, Ini Nasihat Eks Menkominfo

Ilustrasi PHK.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pandemi COVID-19 yang menghantam seluruh dunia pada awal tahun ini mengakibatkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kian meningkat. Di Indonesia, tidak sedikit perusahaan rintisan atau startup yang terpaksa merumahkan karyawan tanpa gaji hingga melakukan PHK massal.

Backup Pusat Data Nasional Hanya 2%, Najwa Shihab: Sejak Kapan Kita Dianggap Penting?

Tak tanggung-tanggung, PHK sampai menggempur startup berstatus unicorn (valuasi di atas US$1 miliar) dan decacorn (valuasi di atas US$10 miliar). Satu startup unicorn dan tiga decacorn sudah merasakan akibat dari gelombang PHK. Keempatnya yaitu Traveloka, Uber, Grab, dan Gojek.

Baca: PHK Tak Mengenal Status Decacorn

Yusuf Mansur Singgung Grab yang Sudah Decacorn, Apa Artinya?

Di mata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Periode 2014-2019, Rudiantara, startup yang terdampak gelombang PHK ini merupakan langkah terakhir yang terpaksa mereka lakukan.

"Saya yakin jika terjadi PHK maka itu kebijakan paling akhir yang dilakukan teman-teman startup setelah melakukan efisiensi bidang-bidang lainnya. Situasi luar biasa saat ini hanya bisa dihadapi dengan semangat gotong royong dari semua stakeholders," kata dia kepada VIVA Tekno, Jumat, 26 Juni 2020.

Badai PHK Startup, DPR Minta Kemnaker Pastikan Pekerja Tak Dirugikan

Efisiensi SDM

Menurutnya, supaya bisnis mereka tetap bertahan maka harus melakukan efisiensi. Salah satunya yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM). Jika situasi pandemi memang mengakibatkan kontraksi terhadap kegiatan ekonomi dan bisnis maka masalah ini tidak memandang apakah perusahaan itu berbasis digital atau tidak.

Satu sisi, Rudiantara mencontohkan layanan pijat seperti Bersih Sehat yang tidak bisa beroperasi selama COVID-19. Hal yang sama juga dialami layanan serupa berbasis digital seperti GoMassage yang dimiliki Gojek.

Namun sisi lainnya ada beberapa layanan yang memang bisa bertahan di saat pandemi COVID-19, seperti antarmakanan dan obat-obatan hingga pembayaran digital. "Hal tersebut karena memang kebutuhan masyarakat dan adanya perubahan gaya hidup dari masyarakat itu sendiri," jelas Rudiantara.

Sebagai informasi, setelah larangan bepergian diberlakukan pada Maret 2020, jumlah permintaan bepergian berkurang drastis. Hal ini menyebabkan Traveloka terpaksa melakukan PHK terhadap 100 orang atau 10 persen dari total keseluruhan karyawannya.

PHK massal

Kemudian Uber. Perusahaan transportasi online asal Amerika Serikat (AS) itu memiliki valuasi sebesar US$72 miliar pada akhir tahun lalu. Meski valuasinya besar, bukan berarti tidak punya masalah. Uber secara tegas melakukan PHK massal bertahap pada awal Mei kemarin.

Sebanyak 3.700 pekerja, atau sekitar 14 persen dari total tenaga kerjanya secara global, segera dirumahkan. PHK setidaknya akan menghabiskan biaya pesangon dan tunjangan hingga US$20 juta atau Rp302 miliar.

Hingga saat ini Uber memiliki 26.900 karyawan di dunia pada Desember 2019 dengan pembagian 10.700 di Amerika Serikat (AS) dan 16.200 di negara lain. Lalu, Grab dan Gojek, di mana masing-masing melakukan PHK karyawan sebanyak 360 dan 430 orang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya