Dahmakan Siap Tantang Go-Food dan GrabFood di Indonesia
- TechCrunch
VIVA – Perusahaan rintisan atau startup yang bergerak di layanan pesan-antar makanan, Dahmakan, siap menantang Go-Food dan GrabFood di Indonesia. Startup asal Malaysia tersebut memang berencana ekspansi ke Indonesia sebelum akhir tahun ini.
"Saat ini kami memprioritaskan pertumbuhan di Malaysia, dengan memperluas layanan hingga ke Penang dan Johor Bahru selama kuartal ketiga tahun ini. Setelah itu, kami ingin masuk pasar Indonesia dan Singapura sebelum akhir tahun 2019," kata Co-Founder and Chief Operating Officer Dahmakan, Jessica Li kepada TechCrunch, Jumat, 24 Mei 2019.
Seperti diketahui, layanan pesan-antar makanan hanya dikuasai oleh Gojek, dengan Go-Food, serta Grab, melalui GrabFood. Bukan hanya di Indonesia tetapi di Thailand, Singapura, dan Vietnam.
Keduanya juga menggaet mitra penjual makanan dan minuman untuk memperkuat layanan ini, serta menyediakan lokasi khusus bagi mitra penjual makanan dan minuman, yakni Go-Food Festival dan Grab Kitchen. Meski begitu, Li mengaku siap menjadi penghadang kedua raksasa transportasi online di Asia Tenggara tersebut.
Dahmakan, yang berdiri sejak 2015, baru saja mengumpulkan US$5 juta atau Rp72 miliar dari putaran pendanaan seri A. Menurut Li, tambahan modal ini rencananya akan dipakai untuk ekspansi ke Indonesia dan Singapura.
Tahun lalu, Dahmakan merambah Bangkok, Thailand, setelah mengakuisisi startup pengiriman makanan lokal, Polpa. Dahmakan merupakan salah satu startup di Asia Tenggara yang berhasil diakselerasi oleh Y-Combinator di Silicon Valley pada 2017.
Investor yang terlibat dalam pendanaan seri A adalah Modal UpHonest China, Mitra Partech Silicon Valley, Atami Capital dan Y-Combinator. Dahmakan, yang berarti 'Sudahkah Anda makan?' dalam bahasa Melayu, menggunakan model cloud kitchen, yang menyediakan layanan mulai dari membuat hingga mengantarkan makanan ke konsumen.
Teknologi seperti ini diklaim bisa mengurangi biaya distribusi, karena menerapkan analitik prediktif, termasuk mesin pembelajaran (machine learning) untuk memperkirakan penjualan dan pengembangan produk makanan.
Li juga mengaku menggunakan algoritma untuk menentukan rute tercepat dalam pengiriman makanan. Startup ini juga mengadopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk mengotomatisasi 80 persen alur kerja. Mulai dari produksi hingga pengiriman makanan.
"Teknologi memungkinkan kami untuk memberikan makanan berkualitas lebih baik dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan startup pengiriman makanan berdasarkan permintaan lainnya,” papar dia.