Debat Capres Soal Unicorn dan RI 4.0, Baru Sekadar Jargon

Ilustrasi unicorn
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Debat putara kedua yang dilakukan tadi malam, 17 Februari 2019, dalam rangka Pemiliham Presiden cukup menarik untuk dibahas. Apalagi salah satu bahasannya adalah Revolusi Industri 4.0, yang juga mengangkat masalah startup unicorn dari Indonesia.

CEO Speaks Nextgen Startup Day: Kupas Tuntas Ketahanan Bisnis di Tengah Startup Berguguran

Setidaknya semua orang akhirnya tahu jika ada perusahaan rintiisan dari Indonesia yang memiliki  nilai perusahaan sampai USD1 miliar atau setara Rp14 triliun. Mereka adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak. Sayangnya, sebagian besar saham mereka telah dikuasai oleh pihak asing, bukan lagi murni lokal.

Dalam debat tadi malam, diakui pengamat dari Indotelko Forum, Doni Ismanto, cukup membawa angin segar di sisi ekonomi digital. Pasangan 01 membicarakan kesuksesannya membangun soft infrastruktur seperti Palapa Ring dan mendorong kehadiran 4G. Capres 01 juga membahas soal kehadiran unicorn dan Revolusi Industri 4.0. Walaupun ternyata itu baru membicarakan permukaannya saja.

Jembatani Industri dan Digitalisasi, Kemenperin Dorong Startup Genjot Inovasi

"Sayangnya, yang dipaparkan baru tahap 'kulitnya' dan lebih banyak memposisikan Indonesia sebagai Pasar. Harapannya, Capres 01 harus mulai bicara tak lagi sekadar berhasil di tataran fundamental, tetapi bagaimana membangun kedaulatan Digital di era Revolusi Industri 4.0," kata Doni kepada Viva.co.id, Senin, 18 Februari 2019.

Bicara soal markeplace untuk petani, kata dia, itu adalah permasalahan di sisi hilir. Malah UKM lokal itu minim Go Online dengan penetrasi 5 persen dari total populasi. 

Begini Cara Mudah Kurangi Emisi Karbon saat Naik Pesawat

"Apalagi selama ini, kalau Harbolnas dan hari belanja lainnya, yang dominan diperjualbelikan masih produk asing. 
Konsepnya adalah bagaimana menghentikan Indonesia hanya sebagai 'pasar'. Ini tak ada ditawarkan (oleh kedua capres). Salah satu capres baru sebatas bangga menyediakan 'jalan'. Kalau jalan dibangun negara tapi yang menikmati asing atau segelintir orang, ini tak menjadikan rakyat sebagai tuan rumah di negeri sendiri," katanya.

Doni juga menyoroti capres 02, yang ketika ditanya soal Revolusi Industri 4.0 atau Unicorn, mencoba membawa debat ke tataran filosofis ekonomi. Konsennya adalah jangan sampai di era digital malah terjadi bentuk 'penjajahan baru'. Ini terlihat dari kalimat "Jangan sampai online ini malah bikin kekayaan kita lari keluar negeri". 

"Kalimat ini sepertinya menyorot pola transaksi di e-commerce dan kepemilikan Unicorn yang memang dikuasai asing. Sayangnya Capres 02 kurang memperdalam isu bagaimana memanfaatkan teknologi meningkatkan ekonomi, sesuatu yang dibanggakan oleh Capres 01," katanya Doni.

Menurut Doni, hal yang pasti harus diingat oleh siapapun yang akan menang atau terpilih nanti, adalah membangun kedaulatan digital, bukan keberhasilan infrastruktur atau banyaknya Unicorn. 

"Perang berikutnya adalah 5G. Amerika dan Tiongkok tengah panas soal ini. Di era otomotisasi, Big Data dan AI, dengan 5G sebagai infrastruktur dasar, posisi Indonesia akan bagaimana? Gagasan kedaulatan Digital ini yang tak ada diperbincangkan dengan clear semalam. Jangan salah, China sudah bicara Made By China beberapa tahun lagi. Kalo nanti kita masuk era 5G tanpa berdaulat secara digital, maka Indonesia sekali lagi menjadi pasar yang baik, dan hanya bangga dengan nilai transaksi ecommerce," jelas dia.

Kedaulatan Digital menjadi hal yang krusial untuk bisa menjadikan Indonesia makin maju dan diperhitungkan. Salah satu contoh 'tak berdaulat digital' adalah ide merevisi PP PSTE, dimana pasal kewajiban penempatan data di Indonesia direlaksasi dengan klasifikasi data. 

"Dari sisi ekonomi jelas akan membuat inveatasi ke Indonesia berkurang, bandwitdh lari keluar (uang lari keluar), dan susah dalam penegakkan hukum," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya