Turis Indonesia Naik Grab di Vietnam, Begini Keseruannya
- Desi Lastati
VIVA – Perusahaan transportasi online berbasis aplikasi, Grab, telah melakukan ekspansi di sejumlah negara di Asia Tenggara. Selain di Indonesia, Vietnam juga menjadi salah satu lahan tempat Grab meraih eksistensi bisnis.
Berbeda dengan Go-Jek yang terkesan lebih membumi dengan kearifan lokal, memakai jaket warna merah di Vietnam (interpretasi bendera Vietnam), Grab di negara Ho Chi Minh itu tetap setia dengan nuansa hijau, untuk jaket dan helm.
Dua turis asal Indonesia, Desi dan Yuyun, pada 25 Agustus lalu menjajal pengalaman memesan Grab di Vietnam. Berdasarkan laporan mereka pada VIVA, 24 September 2018, helm yang dikenakan driver Grab di Vietnam terlihat unik dan berbeda dibanding helm yang biasa dipakai di Indonesia.
Alat pengaman kepala itu mirip helm cetok, dicat warna hijau pada bagian atas, dengan dua garis warna putih membelah sepanjang garis tengah. Di sisi samping, ada cap bertuliskan 'Grab' berwarna putih.
Dengan bentuk setengah lingkaran, helm tersebut hanya menutupi sebagian kepala, sedangkan daun telinga dibiarkan tetap terbuka. Kaca pelindung wajah bagian depan juga tak terlihat, diganti dengan moncong pipih helm berwarna putih yang menjulur ke depan, mirip lidah topi.
Agaknya pemakaian helm cetok itu karena memang demikian standar keamanan berkendara di negara Vietnam. Di Indonesia, helm cetok dianggap tak memenuhi standar. Jika tetap nekat memakainya, siap-siap kena tilang. Tapi di Vietnam, tak dipermasalahkan.
"Kata guide yang membawa aku (di Vietnam), helm hanya berfungsi sebagai aksesoris. Polisi jarang ditemui, meski di jalan raya besar," cerita Desi pada VIVA.
Keanehan lain juga tampak dari kaca spion. Dalam foto yang dibagikan Desi, kaca spion motor yang digunakan mengangkut mereka hanya dibuat dari cermin biasa, bukan lensa cembung.
"Spion di sini nggak harus dua, Grab yang aku tumpangi itu banyak hanya punya spion satu, ada juga yang pakai cermin seperti di video itu. Klakson lebih penting kayaknya ketimbang helm dan spion, hehehe," kenang Desi sambil tertawa.
Desi menuturkan, perbedaan bahasa menjadi salah satu tantangan bagi driver untuk berkomunikasi dengan turis. Namun, ini tak menyurutkan niat mereka untuk berinteraksi.
"Meski tak banyak yang mengerti Bahasa Inggris, mereka memiliki semangat tinggi untuk membantu penumpang berkomunikasi dengan cara menggunakan Google Translate," ujar Desi.
Dia menggambarkan, sambil menyetir, driver Grab yang membawanya, bisa membuka aplikasi penerjemah bahasa, kemudian meminta penumpang untuk menulis di platform tersebut jika ingin menyampaikan suatu pesan. "Jadi penumpang tinggal nulis apa yang mau diomongin," kata Desi.