idEA Tak Bisa Campuri 'Rumah Tangga' E-Commerce, Apa Sebabnya?

Ilustrasi keranjang belanja di e-commerce.
Sumber :
  • acf.ua

VIVA – Asosiasi E-Commerce Indonesia atau idEA mengaku tidak bisa melakukan pengawasan khusus terhadap e-commerce terkait flash sale. Alasannya, karena hal itu bukan kewenangan idEA untuk ikut campur 'rumah tangga' perusahaan.

Pebisnis Harus Melakukan ini! Rahasia Sukses di Dunia Digital: Visual Search, Revolusi Microblogging

"Kalau flash sale kan sudah kayak campur tangan ke dalam dapur masing-masing. Jadi kita enggak masuk sampai sana," kata Ketua idEA, Ignatius Untung, di Jakarta, Kamis, 6 September 2018.

Menurutnya selama anggota idEA tidak melakukan aktivitas yang menyalahi hukum, maka organisasinya tidak bisa menghapus dari keanggotaan. idEA juga tidak punya otoritas untuk melarang para pelaku e-commerce saat akan melakukan sesuatu.

9 Cara Raup Cuan Jutaan Rupiah Lewat Afiliator, Bisa Jadi Ladang Uang Buat Ibu Rumah Tangga!

Akan tetapi, lanjut Ignatius, yang bisa dilakukan idEA jika melihat suatu aktivitas yang merusak adalah sosialisasi dan mengajak untuk menggantinya. Namun, jika masih ada yang tidak mau maka Ignatius berucap akan mengajak pemain lainnya sehingga aktivitas yang tadinya menjadi tren sudah tidak laku lagi.

"Jadi mereka yang enggak mau bertahan cari cara baru yang lebih menarik," tuturnya. Aktivitas flash sale yang dilakukan di hampir semua e-commerce saat ini dinilai Ignatius masih sehat. Namun demikian, ia mengaku perlu diatur pada beberapa aspek.

Strategi PLN Jadi Pusat Ekosistem Startup Energi Indonesia

Salah satunya mengenai flash sale dilakukan untuk mengurangi isi gudang milik perusahaan. Namun jika yang mendapatkan promo bukanlah barang yang memenuhi gudang itu yang perlu dikaji.

"Barang baru launching kan enggak mungkin memenuhi gudang disubsidi untuk menarik trafik itu yang perlu dikaji," jelas Ignatius. Ia juga mengingatkan bahwa belanja online bukan hanya soal harga murah.

Ia juga berpesan agar para pelaku e-commerce bisa meningkatkan layanan bukan harga yang murah dan orang orang-orang masih ingin kembali belanja di sana.

Menurutnya banyak orang yang sebenarnya juga membeli barang bukan karena murah, seperti yang terjadi pada pembeli ponsel, di mana mereka punya kepercayaan tersendiri terhadap merek atau brand tertentu.

Devina Hartono, Executive Director Endeavor Indonesia

Endeavor Ungkap RI Berpotensi Jadi Pusat Inovasi Pasar Negara Berkembang

Pasar negara berkembang kini semakin menjadi fokus utama bagi investor dalam mencari peluang baru, terutama dalam sektor startup. 

img_title
VIVA.co.id
25 November 2024