Uber vs Gojek dan Grab, Besar Mana Nilai Valuasinya

Ilustrasi Aksi Damai Ribuan Driver Ojek Online.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Layanan transportasi online berbagi tumpangan, Uber, diketahui sedang mengalami masalah sepeninggal CEO terdahulu, Travis Kalanick.

Selama dua tahun terakhir, mereka telah kehilangan pendapatan hingga hampir US$7,5 miliar (Rp101,6 triliun) di tengah upaya untuk mendapatkan kembali kepercayaan serta menembus pasar utama.

Tahun lalu, perusahaan yang kini dipimpin Dara Khosrowshahi itu kehilangan US$4,5 miliar (Rp61 triliun) dan US$2,8 miliar (Rp38 triliun) di tahun sebelumnya.

CEO Uber Travis Kalanick

Investor kakap Jepang, Softbank, yang telah menginvestasikan miliaran dolar AS ke banyak aplikasi ride-sharing, telah mengaburkan batas antara teman dan musuh dengan Uber.

Pada Januari 2018, Softbank membeli sekitar 15 persen saham Uber. Softbank tercatat juga menjadi pemegang saham di Grab dari Singapura, Didi Chuxing asal China, Ola di India, dan 99 dari Brasil.

Perusahaan ini sebelumnya juga menyatakan berminat memiliki saham Lyft, yang notabene merupakan kompetitor Uber di Amerika Serikat.

Meski masih merugi, mengutip situs CNBC, Senin, 19 Maret 2018, nilai perusahaan atau valuasi Uber mencapai US$68 miliar atau Rp921,4 triliun.

Grab Indonesia Tegaskan Ekonomi Indonesia Tumbuh Positif Angin Segar Bagi Industri

 Grabbike Lounge

Akankah valuasi ini jauh di bawah kompetitor seperti Gojek maupun Grab? Berikut penjelasan singkatnya.

Daftar Mobil yang Cocok Buat Taksi Online, Segini Cicilan Per Bulannya

Didi Chuxing, China, valuasi senilai US$52 miliar (Rp704,6 triliun)

Didi membeli operasi Uber China setelah kedua perusahaan tersebut telah berkompetisi di negara berpenduduk paling banyak di dunia. Uber mengambil hampir 18 persen saham milik Didi.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Lyft, AS, nilai valuasinya mencapai US$11,5 miliar (Rp155,9 triliun)

Lyft baru-baru ini melaporkan bahwa mereka melipatgandakan jumlah kendaraan di sepanjang tahun lalu. Ini merupakan tahun yang sama dengan kampanye #DeleteUber yang mengikuti berbagai kontroversi seputar raksasa ride-sharing itu.

CEO Uber Dara Khosrowshahi mengakui jika tahun lalu perusahaannya tidak meraih untung karena kalah persaingan dengan Lyft.

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.

Grab, Singapura, valuasi US$6 miliar (Rp81,3 triliun)

Uber dikatakan sudah siap menjual sebagian operasionalnya di Asia Tenggara ke Grab. Layanan transportasi online asal Singapura ini dimulai di Malaysia pada 2012 dengan hanya 10 karyawan.

Kini, perusahaan milik Anthony Tan ini memiliki kantor pusat di Singapura dan memiliki lebih dari 3.000 karyawan di sana.

Ola, India, dengan valuasi sebesar US$3,7 miliar (Rp50,1 triliun)

CEO Gojek, Nadiem Makarim

Uber terus maju melawan Ola dengan melakukan investasi besar di wilayah tersebut. Softbank menginvestasikan US$2 miliar (Rp27,1 triliun) di Ola pada Oktober 2017.

Gojek, Indonesia, valuasinya mencapai US$1,8 miliar (Rp24,4 triliun)

Perusahaan milik Nadiem Makarim itu memiliki lebih dari 400 ribu mobil dan sepeda motor yang beredar di kota-kota besar di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya