Startup Jadi Korban Scam, 'Penis' Tertinggal di Situsnya
- www.pixabay.com/geralt
VIVA – Sebuah perusahaan rintisan yang menggunakan sistem mata uang digital menjadi perhatian akhir pekan lalu. Startup bernama Prodeum tiba-tiba menghilang dari halaman internet dan hanya meninggalkan kata 'penis' di halaman website-nya. Dugaan startup itu menjadi korban para penipu di internet atau scammer dari Rusia.
Dikutip dari Business Insider, Selasa 30 Januari 2017, kisah lenyapnya startup Prodeum ini terjadi pekan lalu. Kala itu startup ini mencoba menjual semua token ke investor melalui penawaran koin ke publik atau dikenal ICO. Skema ini merupakan teknik penggalangan dari perusahaan blockchain yang menggunakan mata uang digital seperti Bitcoin dan Ethereum, untuk membeli token dari perusahaan.
Langkah Prodeum ini menimbulkan gelombang online investor. Mereka para investor berharap dengan membeli token digital itu nanti bisa diperdagangkan layaknya saham.
Investor tertarik membeli koin mata uang digital Ethereum yang dipakai startup tersebut.
Namun harapan itu pupus. Tiba-tiba, saat gelombang investor online ingin membeli token Prodeum, halaman website startup tersebut lenyap dan hanya meninggalkan kata 'penis’ di sisi kiri atas.
Sebelum halaman website menghilang, startup ini hanya mendapatkan penggalangan dana daring senilai US$11 saja dari investor dalam penawaran koin umum perdana ke publik. Target awalnya yakni bisa mengumpulkan setidaknya 5.400 Ethereum atau senilai US$6,5 juta.
Pengelola Prodeum menduga startup mereka menjadi korban penipuan. Dalam profil startup ketiga nama yakni Darius Rugevicius, Vytautas Kaseta, dan Mario Pazos terdaftar sebagai anggota tim atau penasihat yang menjalankan program pendanaan untuk Prodeum. Sedangkan satu nama lagi, yakni Petar Jandric, yang diposting di halaman website perusahaan tertera sebagai pendiri. Namun Jandric ini terlihat gelap, sebab kemungkinan dia adalah anonim dan akun fiktif. Berbeda dengan tiga penasihat yang memiliki akun yang nyata.
Ketiga penggalang dana tersebut mengaku sangat dirugikan dengan adanya penipuan tersebut. Ketiganya merasa reputasi mereka hancur dengan insiden tersebut, padahal mereka benar-benar bekerja untuk startup blockchain.