Marketplace Berkembang Pesat, Butuh Regulasi Jangka Panjang

Ilustrasi transaksi e-commerce.
Sumber :
  • www.pixabay.com/StockSnap

VIVA – Data Digital in 2017: Southeast Asia menyebutkan bahwa sekitar 132,7 juta atau 50 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 262 juta jiwa adalah pengguna internet.

Dari total populasi tersebut, 106 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial dan 92 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial melalui aplikasi mobile.

Tak heran, Indonesia menjadi negara ke delapan terbesar dalam hal penggunaan internet. Perkembangan teknologi digital yang pesat saat ini bisa mengubah pendekatan dalam berbisnis.

Dalam industri asuransi, perkembangan teknologi terjadi dalam hubungan perusahaan dengan konsumen, percepatan ragam proses bisnis, dan penyebaran informasi.

Hal ini memperlihatkan tingginya kebutuhan masyarakat akan informasi dan respons yang cepat dan tepat, serta keinginan mereka untuk mendapatkan kemudahan akses dan layanan di mana pun dan kapan pun.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Hendrisman Rahim, perkembangan teknologi digital sudah tidak dapat disikapi oleh industri dengan reaktif.

Ia mengatakan, teknologi tidak hanya mengubah perilaku individu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, namun juga mengubah perilaku pelaku bisnis dalam menjalankan usaha.

Oleh karena itu, pihaknya berencana menggelar seminar Digital and Risk Management in Insurance (DRiM) pada 22-23 Februari 2018 di Bali, sebagai harapan bisa memunculkan masukan bagi regulator, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan.

"Regulasi yang ada nantinya harus bisa mengimbangi perkembangan teknologi yang bisa berubah dengan sangat cepat. Kami berharap bisa dibuatkan cetak biru untuk regulasi jangka panjang," kata Hendrisman di Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018.

Asuransi AIA Keluarkan Triliunan Pastikan Tenaga Pemasar Profesional

Hindari sengketa

Ia melanjutkan, kebutuhan soal regulasi berkaca dari munculnya situs e-commerce atau marketplace yang menawarkan produk dari sejumlah perusahaan asuransi. Menurutnya, butuh kejelasan soal status mereka sebagai jalur distribusi produk asuransi.

Strategi Bisnis BCA dan AIA Kala Pandemi, Bikin Produk Asuransi Baru

"Contohnya, jalur distribusi keagenan hanya boleh menawarkan produk dari satu perusahaan asuransi saja. Selain itu ada beberapa aturan lainnya yang mengikat. Nah, marketplace digolongkan ke mana?" ujar dia.

Sebab, sebagai perusahaan yang menanggung risiko, hal ini bertujuan untuk menghindari sengketa (dispute) yang akan muncul di masa depan.

Pandemi COVID-19 Bikin Orang Cari Cara agar Nyaman Saat Pensiun

Pada kesempatan yang sama, Ketua Panitia Digital and Risk Management in Insurance, Christine Setyabudi menyebut perusahaan asuransi jiwa sejauh ini belum memanfaatkan teknologi dari proses awal sampai akhir.

"Kami melihat belum ada yang menggunakan teknologi secara end-to-end. Yaitu mulai dari presales, process hingga after sales," tuturnya. Ia mengatakan kehadiran teknologi membantu pekerjaan industri asuransi jiwa jauh lebih efisien.

Ilustrasi asuransi/menabung dan mengelola keuangan.

Indonesia Re Fokus Inovasi Produk Genjot Peningkatan Layanan Reasuransi

Indonesia Re menegaskan semakin memperkokoh posisinya sebagai pemimpin di industri reasuransi Indonesi

img_title
VIVA.co.id
1 November 2024