Selain Mango Live, 3 Aplikasi Ini Tersengat Kasus Pornografi di RI
- Instagram/@bigoliveapp
VIVA – Konten pornografi kembali ditemukan di dunia maya. Kali ini yang kena getahnya adalah aplikasi Mango Live asal Hong Kong, China. Seorang selebgram berinisial RR meraup hingga Rp30 juta per bulan di aplikasi tersebut dengan melakukan aksinya tanpa busana secara langsung atau live.
Jauh sebelum Mango Live, kasus serupa beberapa kali pernah terjadi di Indonesia yang membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) langsung turun gunung melakukan penertiban. Berikut daftar aplikasi yang pernah terlibat dalam kasus pornografi di RI, berdasarkan data VIVA Tekno, Senin, 20 September 2021:
Aplikasi streaming video Bigo Live pernah diblokir Kominfo pada 14 Desember 2016. Pemblokiran saat itu dilakukan karena banyaknya konten negatif, terutama pornografi yang dapat diakses dengan bebas oleh pengguna di Indonesia.
Pihak Bigo Live kemudian proaktif melayani permintaan Kominfo untuk membersihkan konten negatif dari platformnya. Mereka memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk memfilter kontennya. Akhirnya, pemblokiran aplikasi dibuka kembali pada 13 Januari 2017.
TikTok
Menkominfo Periode 2014-2019 Rudiantara pernah memblokir TikTok dengan alasan platform tersebut berisi konten negatif yang berbahaya bagi pengguna berusia muda atau milenial, mulai dari pornografi hingga pelecehan agama.
Kominfo menilai TikTok membiarkan peredaran konten pornografi dan yang memuat ujaran kebencian. Pemblokiran dilakukan pada Selasa, 3 Juli 2018. Satu minggu kemudian aplikasi sudah kembali bisa diakses karena Tik Tok telah setuju untuk menyensor konten negatif.
Vimeo
Tifatul Sembiring, Menkominfo Periode 2009-2014, pernah memblokir aplikasi Vimeo pada 9 Mei 2014. Awalnya, pihak Vimeo sempat melayangkan aksi protes tapi akhirnya berjanji untuk melakukan penyaringan pada konten pornografi.
Namun, sampai saat ini belum ada langkah nyata yang dilakukan Vimeo. Alhasil, Vimeo masih ditangguhkan oleh Kominfo karena tidak mau mengendalikan penyebaran konten pornografi.