Pisau Mata Dua Ponsel
- ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
VIVA – Asisten Profesor dari Departemen Psikologi Ibn Haldun University di Istanbul, Turki, Thseen Nazir, membuat survei pada tahun lalu soal persepsi generasi muda dan tua dalam menghadapi perilaku asosial seputar ponsel pintar atau smartphone.
Hasilnya, ia melihat faktor usia turut berperan, di mana generasi tua dinilai masih menghargai lawan bicara ketika ponsel ada di sampingnya ketimbang anak muda. Nazir banyak meriset dampak teknologi komunikasi seperti ponsel terhadap interaksi sosial, terutama menyangkut perilaku mengabaikan teman untuk membuka ponsel alias phubbing.
Baca: Begini Jadinya Hidup 40 Hari Tanpa Ponsel
"Perilaku ini mengganggu waktu berkualitas. Dan kita tidak menyadarinya," kata dia, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle, Jumat, 7 Mei 2021. Selain itu, kerugian tidak hanya ditanggung oleh mereka yang diacuhkan oleh lawan bicara, melainkan pelaku juga.
Senada, Genavee Brown selaku guru besar Psikologi di Universitas Northumbria, Inggris, smartphone seperti dua sisi mata uang. Satu sisi, smartphone memungkinkan manusia berhubungan dengan orang terdekat dengan mudah, tetapi sisi lain, gadget atau gawai menghalangi manusia untuk bertatap muka. "Dan ini bisa menjadi masalah," jelasnya.
Sebuah riset yang dilakukan Universitas Northumbria di AS pada 2016 menunjukkan semakin lama sebuah pasangan menggunakan ponsel, semakin berkurang pula kualitas interaksinya. Studi ini menyimpulkan kebiasaan menggunakan smartphone memperburuk interaksi, terlepas dari kedekatan subyek dengan lawan bicara.
Riset lainnya yang melibatkan 300 responden di Jurnal Psikologi Eksperimental pada 2017 menemukan bahwa mereka yang meletakkan smartphone di atas meja ketika sedang makan bersama, merasa konsentrasinya terganggu, dan sebabnya kurang menikmati waktu bersama teman.
Tapi, buat banyak orang terutama generasi muda, menggunakan smartphone setiap waktu sudah menjadi norma umum. "Dalam perbincangan ringan sudah menjadi kelaziman bahwa semua orang memegang smartphone di tangan,” kata Milena (17) asal Jerman.
Menurutnya, karena generasi muda sudah terbiasa maka dirinya tidak melihat sebagai tindakan tidak sopan. Hanya saja, ia mengakui, memang kurang menyenangkan. "Saya pribadi tidak suka jika teman saya berbicara sembari sesekali memeriksa smartphone-nya," tegas dia.
Temannya, Pauline, yang juga berusia 17 tahun, mengatakan pengecualian diberikan bergantung pada alasan menggunakan smartphone. "Rasanya tidak menyenangkan, tapi saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang buruk," ujarnya.
Reaksi serupa dicatat responden sebuah studi yang dirilis di jurnal ilmiah Human Behaviour and Emerging Technologies. Penelitian tersebut menyimpulkan orang akan merasa dijauhkan ketika lawan bicaranya menggunakan smartphone untuk alasan banal seperti berselancar online, atau menjawab pesan yang tidak penting.
Sebaliknya, para responden sepakat, hal serupa tidak terjadi jika lawan bicara punya alasan penting untuk menggunakan smartphone. Bagi orang yang ingin mengurangi konsumsi smartphone saat berinteraksi sosial, ada sejumlah solusi kreatif yang bisa diuji coba.
Beberapa orang menggunakan aplikasi untuk memblokir internet, sementara yang lain menyimpan smartphone di dalam kotak khusus yang baru terbuka setelah sejumlah waktu. Sebuah perusahaan bahkan mendesain gelang yang dipasang pada ponsel dan bertuliskan 'lihat ke depan'.
Genavee Brown juga merekomendasikan untuk memperkuat komunikasi. Menurutnya, jika mendapat perilaku phubbing dari teman atau keluarga. "Tanyakan kenapa mereka melakukannya. Anda bisa menjelaskan bagaimana perasaan Anda ketika diabaikan dan ajak untuk mencari solusi bersama-sama," ungkap dia.