Transaksi Nontunai di Negara Maju Ini Baru Populer
- Dok. Istimewa
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen baru-baru ini mengatakan, digitalisasi dan pembayaran non tunai harus menjadi prioritas utama. Pembayaran elektronik ini secara luas dipromosikan sebagai "tindakan higienis" yang aman dan cepat di seluruh Uni Eropa, meskipun tidak ada bukti bahwa koin dan uang kertas menimbulkan risiko yang signifikan dalam penularan COVID-19.
"Banyak orang yang mulai terbiasa dengan kenyamanan ini," kata Oliver Hommel, pakar pembayaran dan perbankan di konsultan bisnis Accenture. Keengganan bisnis untuk pembayaran non-tunai sudah menurun secara signifikan," tambahnya.
Pada 2015, Uni Eropa mewajibkan perusahaan kartu kredit menurunkan biaya transaksi untuk pelaku usaha, oleh sebab itu, kini pengguna sudah jarang menemukan aturan pembelian minimum untuk penggunaan kartu.
Tetapi kenyamanan bagi konsumen justru memberatkan toko-toko kecil. Biaya transaksi 0,25 persen pada kartu debit dan sampai 3 persen pada kartu kredit masih dirasa terlalu besar. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar cenderung lebih beruntung, karena mereka juga masih bisa menegosiasikan persyaratan yang lebih menguntungkan dengan penyedia layanan pembayaran nontunai.
Bagaimana dengan data-data?
Salah satu alasan mengapa orang Jerman dulu segan menggunakan pembayaran non tunai adalah karena mereka khawatir dengan data-data pribadi mereka. Ketika pelanggan membayar dengan kartu kredit atau melalui aplikasi pintar, memang data-datanya akan terekam dan dikirim kepada perusahaan penyedia jasa layanan pembayaran itu.
Munculnya teknologi baru di ponsel cerdas, makin banyak model pembayaran non tunai. Ada yang menggunakan jaringan internet, ada juga yang menggunakan teknologi nirsentuh NFC untuk komunikasi jarak dekat.