Indonesia Belum Bebas dari Negara Penerima Panggilan Spam
- Medium
VIVA – Aplikasi pendeteksi nama penelepon tidak dikenal atau anonim, Truecaller, mengeluarkan laporan 20 negara yang paling sering menerima panggilan spam dan penipuan secara global. Indonesia menempati urutan keenam sebagai penerima panggilan spam terbanyak di dunia.
Spam adalah pesan singkat, surat elektronik, dan panggilan telepon yang dilakukan ke beragam nomor dan alamat secara massal. Biasanya, panggilan spam memiliki tujuan pemasaran atau menawarkan produk dan penipuan.
Baca: Pengguna Instagram Diserang Penipuan
Meski begitu, Indonesia mencatatkan penurunan panggilan spam sebesar 34 persen atau rata-rata 18,3 panggilan per bulan. Angka ini lebih rendah dibandingkan angka serupa pada tahun lalu yang mencapai 27,9 panggilan per bulan.
Truecaller juga mencatat tiga institusi yang kerap melakukan panggilan spam ke pengguna smartphone di Tanah Air. Ketiganya adalah lembaga keuangan (52 persen), penyedia asuransi (25 persen), dan operator telekomunikasi (11 persen).
Kendati terlihat ada perbaikan dalam jumlah panggilan scam atau penipuan, namun angkanya masih belum ideal. Pada tahun ini, Truecaller mengungkapkan bahwa 1 dari 10 panggilan spam di Indonesia ternyata berkedok penipuan.
Para pelaku penipuan sering menghubungi korban dan meminta kode OTP yang dikirimkan ke ponsel mereka. Penipu lalu menggunakan kode-kode ini untuk mengakses dompet elektronik atau rekening bank korban. Berkurangnya angka panggilan spam dan scam di Indonesia tidak bisa diatribusikan hanya kepada satu faktor tunggal.
"Ketika masyarakat luas sedang dalam 'mode lockdown', para pelaku penipuan juga berhenti beraksi selama beberapa waktu saja,” kata Direktur Komunikasi Truecaller, Kim Fai Kok, seperti dikutip dari situs Truecaller, Rabu, 9 Desember 2020.
Ia menambahkan jika 99 persen panggilan spam di Indonesia berasal dari nomor domestik. Tidak hanya itu, Indonesia bersama India dan Vietnam menjadi tiga negara Asia yang masih termasuk dalam 20 negara penerima spam tertinggi di dunia.
Padahal, negara tetangga seperti Malaysia, telah mencatatkan kemajuan signifikan dalam mengurangi panggilan spam, hingga berhasil keluar dari daftar Truecaller tahun ini.
"Laporan ini terus mengingatkan kita bahwa spam dan penipuan telah menjadi bagian yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, di tahun yang sulit seperti sekarang, para penipu dan pengirim spam masih menemukan cara-cara baru untuk mengganggu masyarakat di seluruh dunia," ujar Kim.
Sepanjang tahun ini, Truecaller telah membantu memblokir dan mengidentifikasi total 31,3 miliar panggilan spam, atau naik 18 persen dibandingkan tahun lalu. Kim juga mengaku telah membantu mengidentifikasi 145,4 miliar panggilan tidak dikenal, meningkat 25 persen dibandingkan 2019.
Meskipun 2020 menjadi tahun yang sulit dan penuh tantangan akibat pandemi COVID-19 namun jumlah spam hanya menurun pada periode Maret-April. Ketika memasuki Mei hingga Oktober, semakin banyak oknum yang memanfaatkan kondisi yang serba tidak pasti di tengah pandemi.
Pada Mei misalnya, jumlah panggilan spam mulai tumbuh kembali dan terus meningkat 9,7 persen per bulan. Kim mencatatkan angka panggilan spam tertinggi terjadi pada Oktober, yaitu 22,4 persen lebih tinggi dari periode pra-lockdown.
“Di era pandemi seperti sekarang, semuanya harus dilakukan serba online. Nomor hp kita berfungsi layaknya ‘DNA’. Kita tidak hanya menggunakannya untuk menelepon, tapi juga untuk mengakses aplikasi, login, dan bahkan tersambung langsung ke dompet digital atau rekening bank," jelasnya.