Krisis Planetarium Jakarta, Alat Tua Suku Cadang Tak Tersedia

Gedung Planetarium
Sumber :
  • VIVA/Isra Berlian

VIVA – Planetarium dan Observatorium Jakarta sedang menjadi perhatian publik belakangan ini. Gara-garanya krisis suku cadang alat astronomi di wahana tersebut. Selain krisis, usia peralatan planetarium yang sudah tua menjadi tantangan.

Pemprov DKI Rayakan HUT Taman Ismail Marzuki ke-55, Ada Pertunjukan Musik dan Teater

Kepala Satuan Pelaksana Teknik Pertunjukan dan Publikasi Planetarium dan Observatorium Jakarta, Eko Wahyu Wibowo membenarkan belakangan ini pengelola bertahan sekuatnya untuk merawat peralatan planetarium. 

Meski pasokan suku cadang dari Carl Zeiss Jerman sudah tak tersedia lagi, Eko menuturkan, pengelola planetarium tetap berusaha memberikan yang terbaik mengakali keterbatasan tersebut. Setahun belakangan ini suku cadang asli alat planetarium sudah tak tersedia.

Jakpro Respons Kritik Soal Planetarium TIM Bak Gedung Mati

Dampaknya, beberapa alat planetarium mengalami kerusakan. Misalnya dimmer dan Digital Servo Modul XYZ. Keduanya dipakai untuk mengatur simulasi Tata Surya dan power supply.

"Alat sudah tua, sudah 23 tahun. Harusnya masa pakai 15 tahun. Nah biasanya alat yang berusia tua ini komponennya jarang di pasaran. Alat sudah tua dan enggak support, tapi kami tetap berusaha. Maka harus cari kompatibelnya. Kami cari kompatibelnya. Biasanya kan alat seri tertentu ada kompatibelnya," ujar Eko kepada VIVA, Selasa malam 16 Juli 2019. 

Planetarium Jakarta Ramai, Travelers Mau Lihat Gerhana Matahari Cincin

Dia mengatakan dampak dari kerusakan alat planetarium itu, maka pengelola wahana astronomi itu mengurangi pertunjukan tiap harinya. Dalam kondisi normal, Planetarium dan Observatorium Jakarta bisa menggelar 5 kali pertunjukan, namun sekarang dibatasi 2 kali pertunjukan. Pengunjung pun sempat salah paham saat musim liburan sekolah beberapa waktu lalu.

"Waktu musim liburan banyak sekali masyarakat ingin berkunjung, lalu kami hanya layani dua kali show. Banyak protes, orang banyak kok layani dua kali, kami sampaikan bukan kami tak layani tapi peralatan kami sudah tua," katanya. 

Eko menuturkan, usia tua peralatan planetarium menjadi tantangan bagi pengelola untuk tetap memberikan pelayanan maksimal bagi pengunjung. 

"Usia alat ini ibarat orang masih muda suruh lari masih kuat, kalau tua gimana. Tapi kawan-kawan di sini luar biasa, mencari jalan keluarnya supaya alat tetap berfungsi," tuturnya. 

Anggaran terbatas

Selain mencari komponen atau alat yang kompatibel di pasaran, Eko mengungkapkan, pengelola planetarium dan observatorium itu terus berupaya terus berkomunikasi dengan penyedia suku cadang asli. 

"Kami sedang berusaha membangun komunikasi dengan Carl Zeiss. Kalau soal mahal atau tidak suku cadangnya itu relatif ya. Kisarannya dalam satu tahun kami menyiapkan anggaran Rp500 juta. Itu untuk maintenance dan suku cadang," ujarnya. 

Anggaran setengah miliar tersebut menurutnya masih kurang bagi perawatan dan pengelolaan suku cadang alat planetarium dan observatorium. Menurutnya, suku cadang asli harganya berbeda dengan suku cadang pengganti yang dicari di pasaran.

"Jumlah itu (Rp500 juta) ngepres. Memang untuk suku cadang kecil. karena memang produk itu (suku cadang) cuma satu perusahaan, tidak ada yang lain. Sifatnya limited jadi harga agak berbeda dengan umum," katanya.  

Meski terbatas dalam suku cadang, Eko berpesan kepada peminat astronomi dan masyarakat umum, untuk tidak kendor berkunjung ke planetarium dan observatorium. 

"Pesan kami ke masyarakat, bahwa kami tetap layani semampu kami, tentunya berusaha alat ini tetap berfungsi meski pertunjukan kami batasi," kata dia. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya