Resahkan Masyarakat dalam Pemilu, Fake BTS Dilarang Keras

Ilustrasi/Perawatan Base Transreceiver Station (BTS) 4G.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Beberapa hari ini masyarakat diresahkan dengan maraknya penyebar informasi negatif melalui SMS palsu atau blast SMS melalui mobile blaster atau fake Base Transceiver Station atau BTS. Penyebaran konten negatif melalui blast SMS semakin tinggi jumlah ketika menjelang pemilihan umum 17 April 2019.

Perusahaan Telekomunikasi Ikut Lestarikan Budaya Indonesia

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Agung Harsoyo mengatakan, Kominfo dan BRTI sudah memonitor perkembangan isu yang meresahkan masyarakat tersebut. Saat ini Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) sedang bekerja untuk memantau perkembangan penggunaan fake BTS tersebut.

Menurut Agung, penyebar SMS palsu dilakukan oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan fake BTS. Dengan perangkat tersebut, oknum dapat mengirimkan pesan singkat SMS kepada pelanggan tanpa izin operator maupun pemilik nomor yang sesungguhnya.

Terungkap Cara Perusahaan Telekomunikasi bikin Pelanggan Makin Betah

"Yang melakukan penyebaran SMS itu bukan operator. Melainkan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab yang memiliki alat mobile blaster atau kita sebut fake BTS. Dengan alat tersebut mereka bisa menyebarkan SMS seolah-olah dari pemilik resmi nomor tersebut," ujar Agung. 

Untuk itu, BRTI mengimbau masyarakat yang menyebarkan SMS melalui fake BTS untuk menghentikan kegiatannya. Sebab telah merugikan masyarakat dan melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

'Tower Terbang' Mitratel Vs Starlink, Siapa Mengancam?

Saat ini, regulator telah bertindak dengan melarang penggunaan SMS blast melalui fake BTS. Pelarangan tersebut tertuang dalam Siaran Pers Nomor: 84/HM/KOMINFO/04/2019 mengenai Tangkal Penyebaran Konten Negatif, BRTI Larang Jual Beli dan Penggunaan Perangkat Penyebar SMS Palsu.

Dalam siaran pers tersebut, Ketua BRTI Ismail mengatakan, lembaganya menemukan adanya penggunaan fake BTS, untuk penyebaran SMS yang berisi konten negatif. Tindakan ini melanggar UU Telekomunikasi dan UU ITE. 

Meski regulator telah melarang penggunaan fake BTS, Agung mengakui, hingga saat ini Kominfo masih kesulitan untuk menghentikan secara penuh penggunaan fake BTS di masyarakat. Selain peredaran cukup masif di masyarakat tanpa melalui operator, pengoperasian fake BTS ini juga dilakukan secara random dan berpindah-pindah tempat, tergantung korban yang akan disasar.

Agung mengatakan, fake BTS ini sebenarnya sudah dipergunakan sejak Pilkada DKI beberapa waktu yang lalu. Namun pada saat itu jumlahnya tak terlalu banyak. Namun ketika ajang pemilu serentak 17 April, jumlah SMS blast yang melalui teknologi fake BTS ini mulai marak. 

Cara kerja Fake BTS

Agung menilai, cara beroperasi fake BTS dalam menyebaran SMS cukup canggih. Masyakarat yang memiliki alat fake BTS ini mengintersepsi jaringan operator telekomunikasi tertentu di sekitar BTS yang dekat dengan alat fake BTS tersebut.

"Jadi fake BTS ini memancarkan frekuensi seolah-olah BTS operator. Padahal sesungguhnya ini murni tanpa melalui core atau billing sistim operator. Mereka melakukan intersepsi di antara BTS dan pelanggan telepon selular," jelas Agung.

Hingga saat ini, fake BTS masih dijual bebas di beberapa toko teknologi informasi offline dan penjualan online dengan harga puluhan juta rupiah. 

Agung menjelaskan, sebenarnya fake BTS itu merupakan alat ilegal dan tidak pernah diperkenalkan oleh regulator. Karena sudah meresahkan masyarakat, Kominfo dan BRTI melarang penjualan fake BTS ini. Pelarangan ini sama seperti penjualan jammer dan penguat sinyal.

Melihat maraknya penjualan fake BTS ini di toko offline dan e-commerce, Sekretaris Jenderal Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung, Mohammad Ridwan Effendi meminta Kominfo segera menindak para penjual perangkat fake BTS maupun pelaku broadcast SMS yang menggunakan perangkat telekomunikasi ilegal tersebut.

“Karena ini sudah mengarah ke tindak pidana yang tertuang dalam UU ITE, sudah seharusnya Kominfo dan kepolisian dapat segera menindak pengguna broadcast SMS yang menggunakan fake BTS tersebut. Sebab para pelaku sudah menyebarkan berita yang tidak benar dan membuat masyarakat resah,” kata Ridwan.  

Agar peredaran perangkat broadcast SMS yang menggunakan fake BTS di masyarakat berkurang, Ridwan meminta agar Kominfo dapat bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk dapat melarang masuk dan beredarnya fake BTS tersebut. Menurut Ridwan, langkah pemblokiran dan pelarangan yang dilakukan oleh Kominfo tak akan berarti jika tak dibarengi dengan pelarangan impor alat-alat IT seperti fake BTS tersebut. (dhi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya