Smartphone Lokal Terkikis di Rumah Sendiri
- REUTERS/Beawiharta
VIVA – Perusahaan riset pasar, International Data Corporation atau IDC 2017, menyebut bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia lebih menyukai ponsel pintar atau smartphone dengan harga mahal.
Perubahan perilaku konsumen Indonesia ini menjadi salah satu penghambat smartphone lokal untuk bisa bersaing. "Ke depannya akan tumbuh smartphone dengan harga yang lebih tinggi," kata Associate Market Analyst IDC, Risky Febrian, Kamis, 3 Mei 2018.
Menurut Risky, vendor lokal bermain di entry level. Hal ini berbeda dengan vendor global atau produk China yang sudah berani mengeluarkan smartphone dengan harga lebih mahal.
Ia mengingatkan bahwa fenomena ini menjadi pertanda mulai terkikisnya vendor lokal di rumah sendiri. "Berbeda dengan beberapa tahun lalu yang segmen pasar Indonesia mendominasi di entry level. Kini, bergeser ke arah atas (high-end)," ungkapnya.
Apabila vendor lokal harus menaikkan di level atas, maka harus bersaing dengan kompetitor besar seperti Samsung, Apple, Xiaomi, Oppo, dan Asus.
Risky melihat kelebihan finansial menjadi nilai lebih dari vendor asing. Walaupun dikatakan tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN menjadi salah satu faktor stagnannya pertumbuhan produksi smartphone, namun vendor asing tak berpengaruh.
Selain itu, lanjut Risky, di offline market vendor asing mampu memberikan insensif lebih kepada penjualnya. "Vendor China misalnya. Mereka berani memberi insensif lebih tinggi di retailer. Itu balik lagi ke kapabilitas finansial," ujarnya.
Kendati demikian, kata Risky, jika kebijakan pemerintah, salah satunya lewat TKDN, didukung maka vendor lokal masih bisa bernafas lega alias bisa diselamatkan. Namun, ia memberi catatan jika vendor lokal tak mau berevolusi maka tetap sulit untuk bersaing.
Vendor lokal yang mampu bertahan hingga sekarang, menurutnya, merupakan kemauan mereka untuk berevolusi dan terus memperbaiki diri.
"Mereka terus memperbaiki diri layanan jualnya. Mereka juga memperbaiki kualitas produk secara keseluruhan juga memperbaiki dari optimalisasi software," tutur Risky.