Hati-hati Pilih Software Open Source, Ini Sebabnya

Ilustrasi coding atau programmer.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Kemenangan Oracle dalam sengketa hukum melawan Google terkait tuduhan pelanggaran hak cipta penggunaan Java Application Programming Interace (API) pada Dalvik yang merupakan bagian dari sistem operasi Android memiliki dampak besar. Konsekuensinya tidak hanya bagi kedua perusahaan yang berseteru, tapi juga bagi industri software terutama Open Source. 

Indonesia Dijuluki 'Open Source Country'

Selain menjadi preseden buruk baik bagi Oracle maupun pemilik software propietary atau perangkat lunak berbayar lainnya, ada banyak implementasi software Open Source yang berpotensi menjadi subyek tuntutan hukum berikutnya.

Sengketa hukum yang telah berlangsung selama sekitar 8 tahun tersebut dimulai saat pembelian Sun Microsystem oleh Oracle pada 2009, dan kemudian pada tahun berikutnya Oracle mendaftarkan tuntutan hukum terhadap Google. 

Indonesia Jangan jadi Pelanduk yang Mati di Tengah Persaingan 2 Gajah

Kasusnya bermula ketika Google ingin membuat platform sistem operasi Android agar kompatibel dengan aplikasi yang tengah dikembangkan. Alih-alih membeli lisensi platform Java dari Sun Microsystems agar program yang dikembangkannya bisa berjalan, Google memilih untuk mengembangkan versi mereka sendiri yang memiliki kemiripan dengan bahasa pemrograman Java yang dijuluki Dalvik. 

Oracle

Siap-siap, Fintech akan Gerogoti Perbankan

Oracle mau tak mau menyeret Google ke meja hijau. Sidang pertama kasus tersebut digelar pada 2012 berakhir dengan kemenangan Google, tapi upaya banding Oracle membuahkan kemenangan pada 2014. Setelah kasus tersebut dimentahkan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat, Google dan Oracle kembali berhadapan dalam persidangan kedua pada 2016, yang dimenangkan oleh Google. Namun pada 27 Maret 2018 upaya banding kembali berakhir dengan kemenangan Oracle. 

“Fakta bahwa Android tersedia secara gratis bukan berarti penggunaan paket Java API oleh Google bersifat non-komersial,” ucap tiga panel hakim Federal Circuit dalam putusannya.

Tiga panel hakim mencatat, Android telah menghasilkan pendapatan lebih dari US$42 miliar dari iklan.  

“Pendapat Federal Circuit menegakkan prinsip hukum hak cipta dan menegaskan bahwa Google telah melanggar hak cipta,” kata kata pengacara Oracle, Dorian Daley. 

Atas hasil tersebut, Google kecewa, karena pengadilan membalikkan temuan juri bahwa Java adalah terbuka dan gratis bagi semua orang. “Keputusan seperti ini akan membuat aplikasi dan layanan online lebih mahal bagi para pengguna,” kata kata Google dalam pernyataan resminya. 

Ilustrasi Google.

Jeli pilih solusi

Menanggapi kasus itu, Chief Executive Officer PT. Equnix Business Solutions, Julyanto Sutandang, ada hikmah dari perseteruan tersebut. Pengguna harus cermat memilih solusi software.

“Dari kasus tersebut kita semua bisa berkaca, meski diuntungkan oleh ketersediaan software Open Source yang memberikan alternatif solusi lebih baik dan efektif, namun kita juga harus jeli agar tidak salah memilih,” kata Julyanto dalam keterangannya, Senin 9 April 2018.

Ia menuturkan, tidak semua software Open Source adalah Open Source murni atau tidak ternoda hak cipta propietary yang terkait dengan lisensi komersial. 

Pada umumnya, kata dia, software Open Source dibuat untuk satu tujuan ideal sebagai bagian dari infrastruktur teknologi informasi secara umum, seperti sistem operasi Linux, Database Relational PostgreSQL, Kannel SMPP Gateway, Apache Web Server, dan sebagainya.

Meski demikian, ada pula software yang didistribusikan dalam bentuk kode sumber dengan lisensi Open Source, tetapi juga memiliki lisensi komersial sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai Open Source murni. Salah satu contohnya MySQL, Jboss dan lainnya.

Ada pula inisiasi awal pengembangan software yang dilakukan oleh komunitas dengan tujuan menggantikan fungsi software propietary. Upaya ini dalam perjalanannya berupaya meniru fitur, mekanisme, dan yang paling sering adalah antarmuka pengguna (UI). Hal tersebut bisa berpotensi menjadi sengketa hukum di masa mendatang, terutama setelah adanya kasus Oracle melawan Google ini.

“Pelajaran yang harus kita petik dari kasus Oracle vs Google adalah perlunya kehati-hatian dalam mengadopsi teknologi berbasiskan Open Source. Sebab, tidak ada yang menginginkan migrasi dan perubahan yang sudah dilakukan akan menjadi bumerang di masa mendatang,” kata Julyanto.

Untuk itu, dia berpesan, dalam memilih software yang utama adalah melalui vendor yang mumpuni dan terpercaya dalam menyediakan solusi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya