40 Persen Sampah Elektronik Berasal dari Asia
- http://www.gomuda.com
VIVA – Pada 2016 lalu, data terbaru menunjukkan ada sekitar 44,7 juta metrik ton sampah elektronik di seluruh dunia. Angka ini sama dengan berat 4.500 menara Eiffel.
Studi tersebut dilaporkan oleh International Telecommunication Union (ITU), bekerja sama dengan UN Universit (UNU) dan International Solid Waste Association. Data itu dipublikasikan di The Global E-Waste Monitor 2017.
Dilansir Responsible Business, Senin 22 Januari 2018, dalam laporan itu juga diprediksi bahwa sampah elektronik akan semakin meningkat terkait sisi volume. Jumlahnya diperkirakan akan naik sampai 52,2 juta metrik ton sampai 2021 nanti. ITU dan UNU menyalahkan semakin banyaknya pengguna yang mengandalkan elektronik di zaman ini, dikarenakan harganya yang semakin murah dan terjangkau, dijual di mana saja.
"Di negara berkembang, sampah elektronik dikelola oleh perusahaan swasta dan didaur ulang dengan teknik jadul. Ini bisa juga membahayakan kesehatan para pekerja," ujar penulis data tersebut dari pihak UNU, Balde Kees.
Kebanyakan pengguna kelas atas di negara berkembang tidak butuh waktu lama untuk mengganti gadget atau perangkat elektronik mereka. Asia, dengan keadaan ekonomi yang sedang tumbuh, berkontribusi sekitar 40 persen dari total sampah elektronik dunia.
Negara Oceania, seperti Australia dan Selandia Baru, menghasilkan 17,3 kilogram sampah per orang di 2016. Ini merupakan kontribusi tertinggi. Sedangkan Afrika hanya menghadirkan 1,9 kilogram sampah elektronik per orang. Warga Brunei, China, Hong Kong dan Singapura memproduksi rata-rata 18 kilogram sampah elektronik per orang. Sedangkan Afghanistan dan Nepal tidak membuang sampah elektroik sama sekali.
Sayangnya, dari angka tersebut, hanya 20 persen saja sampah elektronik yang dikumpulkan untuk dibuang dan secara wajar didaur ulang.
"Sampah elektronik sejatinya merupakan sumber dari material berharga yang bisa dijual kembali. Beberapa di antaranya adalah emas, perak, tembaga, platinum dan palladium. Keseluruhan sampah elektronik itu bisa menghasilkan pendapatan US$65 miliar pada 2016," ujar Kees. (ren)