Jawaban Iran Atas Blokir Telegram dan Instagram
- REUTERS/Dado Ruvic
VIVA – Aksi demonstrasi di negeri Mullah, Iran, sejak Kamis, 28 Desember 2017, memakan korban sebanyak 12 orang.
Pemerintahan Presiden Hassan Rouhani langsung menerapkan kebijakan memblokir akses ke sejumlah media sosial sejak Minggu, 31 Desember 2017.
Media sosial yang terkena dampaknya antara lain Instagram dan Telegram. Rouhani mengatakan bahwa pemblokiran dilakukan untuk menenteramkan situasi.
Kantor berita pemerintah, ISNA, dikutip dari Sky News, Selasa, 2 Januari 2018 menyatakan, dua aplikasi tersebut dianggap sebagai media utama yang dipakai para pengunjuk rasa.
Materi propaganda dibagikan via Telegram. Sementara gambar-gambar saat demonstrasi diambil, dan disalurkan melalui Instagram.
Media sosial memang menjadi sumber yang sangat penting bagi pengunjuk rasa di Iran.
Media independen kesulitan meliput kejadian di Iran, sehingga pengunjuk rasa menggunakan aplikasi macam Telegram untuk berbagi informasi.
Seorang ulama yang berpengaruh, Ayatollah Mohsen Araki, dilansir dari Voa, mengatakan kepada ribuan demonstran pro-pemerintah di Teheran, ibu kota Iran, bahwa 'musuh' ingin menggunakan media sosial dan isu-isu ekonomi untuk menimbulkan hasutan baru.
CEO Telegram, Pavel Durov, langsung angkat bicara. Ia menyayangkan sikap rezim Hassan Rouhani dengan berkicau di Twitter.
"Otoritas Iran teleh memblokir akses menuju Telegram setelah publik menolak untuk menutup media sosial yang melakukan protes secara damai," kata Durov.
Aksi warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kekecewaan atas harga barang yang terlalu tinggi dan kepada rezim Rouhani.
Selain itu, mereka juga mengungkapkan kemarahan karena pemerintah terlalu sibuk mengurusi urusan kawasan Timur Tengah dibanding negara mereka sendiri.