Hacker 57 Juta Data Pengguna Uber Ternyata 'Anak Mami'

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.
Sumber :
  • Reuters/Kai Pfaffenbach

VIVA – Selama setahun belakangan Uber kewalahan dengan adanya aksi peretasan ke jaringan mereka dan mengancam 57 juta data pengguna Uber dan 600 pengendara. Ternyata pelakunya hanyalah 'anak mami'.

AS: Peretasan Telekomunikasi oleh Tiongkok Kini Menjadi yang Terburuk dan Menakutkan yang Pernah Ada

Dilansir melalui Express.co.uk dari Reuters, sumber di dalam Uber mengatakan, bahwa hacker yang berhasil mengambil jutaan data itu adalah seorang pria berusia 20 tahun yang tinggal bersama sang ibu. Tujuan peretasan itu tak lain hanya ingin melindungi orangtuanya.

Tiga sumber di Uber  yang tidak mau disebutkan namanya mengakui hal ini. Pemuda itu mengaku melakukan hal itu untuk melunasi tagihan Uber milik sang ibu. 

Indonesia-Turki Kerja Sama untuk 'Tangkis' Serangan Hacker

Sayangnya, identitas hacker itu tidak diinformasikan secara jelas oleh pihak Uber. Namun yang pasti, Uber meyakinkan jika data-data pengguna telah hilang dan tidak akan bisa disebarluaskan.

Sebelumnya, Uber sendiri telah memastikan pada 21 November, memang ada aksi peretasan ke jaringannya. Uber pun telah membayar kepada hacker sekitar US$100.000 atau sekira Rp1,3 miliar untuk menghancurkan semua informasi penting itu. Namun dana itu dibayarkan sebagai hadiah bagi siapa saja yang bisa menemukan identitas hacker tersebut.

Kiamat Digital Mengintai, Hacker Canggih Bobol Sistem Pertahanan Negara

Menurut Business Insider, berdasarkan penuturan pihak Uber, mereka telah melakukan pembayaran tahun lalu melalui sebuah program pemburu bug. Program itu memang cukup dikenal di kalangan industri software untuk mencari celah keamanan perusahaan yang berpotensi atau sudah dibobol. 

Program yang dilakukan tahun lalu itu diselenggarakan oleh perusahaan bernama HackerOne, yang memang cukup dikenal di perusahaan teknologi.

"Aksi peretasan yang dialami Uber ini bukanlah sebuah hasil dari kesalahan sistem keamanan mereka. Kami merekomendasikan pengguna untuk jangan pernah menyimpan akses token, password, bentuk otentikasi atau kunci enkripsi ke dalam kode yang ada," ujar CEO HackerOne, Marten Mickos. (mus)

Perang Teknologi China dan Amerika Serikat (AS).

Lembaga-lembaga Penting di Asia Tenggara jadi Target Kelompok Hacker yang Berbasis di Tiongkok?

Aktifitas spionase tersebut terutama menargetkan lembaga pemerintah, penyedia infrastruktur penting, dan industri utama, termasuk telekomunikasi, pertahanan, dan energi.

img_title
VIVA.co.id
20 Desember 2024