Monyet Indonesia 'Selfie' Raih Person of The Year

Swafoto monyet Naruto
Sumber :
  • www.peta.org

VIVA – Monyet asal Sulawesi yang mengambil swafoto mendapat penghargaan Person of The Year dari organisasi perlindungan hewan, People for the Ethical Treatment of Animal atau PETA. 

Tantangan Hak Cipta di Industri Musik, WGTC Ajak Musisi Muda Peduli Hukum

Organisasi tersebut tiap tahun memberikan penghargaan kepada siapa pun yang dinilai berkontribusi signifikan mendorong gerakan hak hewan. 

PETA memutuskan memberikan penghargaan Person of The Year kepada monyet Indonesia yang bernama Naruto, karena aksi swafoto monyet ini telah menjadi perhatian dan membuka mata dunia, untuk menghargai hak hewan. 

Pongki Barata Ungkap Keresahan Terhadap Hak Cipta Melalui Lagu Derita Pencipta

"Dengan senang hati kami mengumumkan penghormatan tahun ini adalah Naruto. Monyet hitam jambul dan pencipta swafoto monyet yang terkenal," tulis PETA dalam keterangannya di situs, dikutip Rabu, 6 Desember 2017.

PETA menuliskan, Naruto yang memotret wajah diri dengan mengambil kamera milik fotografer Inggris, David Slater, membuktikan hewan mampu menjadi pencipta karya. 

Pepeng Eks Naif Beri Pengertian, Musisi Muda Harus Pahami Hak Cipta Sejak Awal

"Naruto menciptakan gambar yang menunjukkan individu yang berpikir rasional, belajar, merencanakan dan emosi. Swafoto tersebut adalah foto sebuah individu bukan sebuah sesuatu," jelas PETA. 

Sebagai penerima penghargaan Person of The Year, Naruto telah masuk dalam kategori pihak yang berkontribusi bagi dunia. Naruto sejajar dengan Paus Fransiskus, Bill Clinton, sampai Oprah. Ketiganya merupakan penerima Person of The Year PETA sebelumnya. 

Guna merayakan penghargaan tersebut, PETA membuat T-shirt edisi khusus Naruto. Organisasi ini menerima pemesanan T-shirt tersebut dengan edisi terbatas sebagai penghormatan atas jasa Naruto. 

Hasil penjualan T-shirt itu akan dipakai untuk membantu upaya penyelamatan monyet dan hewan liar lain. 

Dalam perjalanannya, swafoto monyet Naruto tersebut telah menimbulkan polemik dan sengketa hukum atas hak cipta swafoto tersebut. Slater yang memiliki kamera mengklaim sebagai pemilik hak cipta swafoto Naruto. Sementara pemerhati hewan mengatakan, Slater tak bisa mengklaim sebagai pemilik hak cipta karena yang mengambil swafoto adalah Naruto meski hewan itu tak memiliki kamera. 

Sejak 2014, kasus sengketa hak cipta in telah berlanjut ke pengadilan. Kasus gugatan hak cipta ini memang menyedot perhatian pengguna internet, pakar hukum, dan hak kekayaan intelektual dunia. 

Setelah bertarung selama kurang lebih tiga tahun, pada September 2017, terjadi titik temu. Swafoto Naruto akhirnya menjadi milik sang fotografer. Namun dalam kesepakatan yang tercapai, Slater wajib mendonasikan seperempat atau 25 persen dari pendapatan atas hak cipta foto tersebut bagi perlindungan habitat monyet Naruto yang berasal dari Sulawesi serta monyet besar di Indonesia.

Kronologi kasus 

Sebelum ramai menjadi perbincangan, awal mula kasus swafoto ini saat fotografer  Slater berkunjung ke Indonesia pada 2011. Dikutip dari BBC, saat itu Slater menjelajahi alam Sulawesi dan kemudian menemui sekawanan monyet.

Dia kemudian mengatur kameranya di atas tripod, meletakkan tombol potret jarak jauh, sehingga bisa diakses monyet Sulawesi. Kemudian, seekor monyet hitam betina Sulawesi yang diketahui bernama Naruto, menekan tombol potret beberapa kali dan menghasilkan foto, jadilah swafoto monyet Naruto yang tersenyum memperlihatkan giginya.

Kemudian Slater melisensikan swafoto monyet Naruto ini ke Cater News Agency. Dari situ kemudian foto diri monyet Naruto itu menyebar luas di internet. Salinannya diterbitkan perusahaan Blurb dan perusahaan milik Slater, Wildlife Personalities.

Seiring dengan penyebarannya, swafoto itu makin populer. Slater pun mendapatkan pemasukan beberapa ribu poundsterling, yang cukup untuk mengganti biayanya selama berwisata ke Indonesia. 

Kemudian pertengahan 2014, dikutip dari The Guardian, swafoto itu menjadi persoalan. Foto tersebut dipakai blog Techdirt dan ensiklopedia daring, Wikipedia. Slater yang mengetahuinya langsung meminta kedua situs itu untuk menyetop penggunaan swafoto itu tanpa izin darinya. Slater mantap mengaku sebagai pemilik foto diri monyet Naruto. 

"Swafoto itu bukan perilaku monyet yang tak disengaja. Itu membutuhkan banyak pengetahuan, ketekunan, keringat, dan penderitaan serta semua itu atas nama saya," kata Slater memprotes dikutip dari The Guardian.  

Sementara itu, blog Techdirt, berpendapat foto itu termasuk dalam domain publik karena monyet itu bukan secara legal pemegang hak cipta foto tersebut. 

Namun, kedua website itu menolak. Wikipedia mengklaim swafoto itu tak ada pemiliknya. Wikipedia berkukuh pemilik foto itu adalah sang monyet. 

Nyatanya swafoto itu makin meluas. Platform penyimpanan multimedia Wikimedia Commons juga mengunggah swafoto tersebut dan dikategorikan sebagai domain atau milik umum, dengan alasannya penciptanya adalah hewan bukan orang. 

Slater yang mengklaim pemilik hak cipta foto itu meminta pemilik platform tersebut, Wikimedia Foundation membayar atas penampilan foto tersebut atau menghapuskannya dari platformnya.  

Setali tiga uang, permintaan Slater itu ditolak mentah Wikimedia. Alasannya masih tegas, pembuat foto itu monyet, bukan manusia. Dari sini sengketa hak cipta swafoto monyet itu memanas. 

Pada Desember 2014, Kantor Hak Cipta Amerika Serikat memutuskan hewan tidak dapat memiliki hak cipta atas karyanya. Kantor tersebut menegaskan karya yang diciptakan oleh bukan manusia tidak tunduk pada undang-undang hak cipta Amerika Serikat. 

Kemudian pada 2015, Slater kian mendapatkan 'musuh' baru. Organisasi perlindungan hewan, PETA menggugat Slater atas klaim hak cipta swafoto itu ke pengadilan distrik di AS. Menurut PETA, seharusnya pemegang hak cipta swafoto itu adalah monyet Naruto. 

Pada 7 Januari 2016, pengadilan federal AS di San Francisco, memutuskan monyet hitam Sulawesi itu tak bisa memiliki hak cipta swafoto. Alasan hakim saat itu, monyet itu bukanlah manusia dan hewan bukan bagian dari UU Hak Cipta Amerika Serikat. Kalah dalam persidangan awal, PETA memutuskan banding pada tingkat pengadilan berikutnya.  (ase)

Ilustrasi karaoke/microphone.

Harapan Baru Musisi Daerah, Kini Royalti Lebih Mudah Diakses

Inovasi ini menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang ampuh untuk melestarikan budaya dan meningkatkan keberlanjutan ekonomi kreatif di Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024