Tengkulak Merajalela Membuat Profesi Petani Ditinggalkan
- ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
VIVA.co.id – Semakin menurunnya minat pemuda menjadi petani, karena disebabkan oleh maraknya tengkulak atau penebas.
Menurut Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Vanda Ningrum, dalam memasarkan hasil pertaniannya, para petani sangat bergantung pada penebas, sehingga berpengaruh ke pendapatan.
"Mereka (para petani) mengeluh kalau pendapatannya tidak pasti karena 96 persen harga taksiran hasil pertaniannya ditentukan penebas. Sementara itu, standar harga pembelian Bulog yang telah ditetapkan tidak sampai ke petani," kata Vanda di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu, 20 September 2017.
Terlebih, lanjut dia, sering terjadinya fluktuasi harga semakin membuat petani merugi dalam menjual hasil pertanian. Vanda menuturkan, masalah lainnya yaitu lahan.
Di mana rata-rata satu keluarga hanya menguasai 0,6 hektare lahan. Padahal, persepsi kecukupan yakni 0,9 hektare, sehingga belum mencukupi untuk kebutuhan hidup petani maupun untuk dijual.
Apalagi, 76 persen petani yang di survei merupakan petani penggarap. Artinya, mereka harus berbagi hasil pertanian dengan pemilik lahan. Kemudian, pola produksi juga turut menjadi masalah.
Vanda menyebut petani masih tergantung pada pupuk kimia dan bibit dari toko. Dengan begitu, biaya produksi lebih tinggi ketimbang pendapatan.
Pernyataan LIPI ini keluar setelah melakukan riset mengenai pemuda dan pertanian di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Sragen, Klaten dan Sukoharjo.
Selain keberadaan profesi petani yang mulai 'punah', LIPI juga mendapati kendala-kendala yang dihadapi para petani. Masing-masing kabupaten diwakili oleh 50 kepala keluarga, sehingga terdapat 150 kepala keluarga yang diriset oleh LIPI. (ren)