Ambisi Malaysia Jadi Pusat Pengembangan Game Dunia
- www.digitalnewsasia.com
VIVA.co.id – Malaysia sedang gencar mengembangkan ekosistem game elektronik atau eGame. Negeri jiran itu tak ingin hanya menjadi pasar produk game konsumer, tapi ingin berambisi menjadi pusat pengembangan game yang diperhitungkan dunia.
Salah satu upaya untuk mengembangkan ekosistem itu, pelaku game di Malaysia menyelenggarakan festival eGames HotShotz 2017. Sebagai sebuah festival game elektronik terbesar di Malaysia, HotShotz punya enam divisi yaitu kompetisi eSports, Game Publishers Showcase, Indie Games Showcase, Cosplay Competition, PC Modding, VR Showcase, dan Lucky Draw.
"Kami menyadari untuk membangun ekosistem elektronik game, perlu dukungan tiap komponen, kami yakin HotShotz bakal lebih besar di tahun depan," ujar Wakil Presiden Malaysian Digital Economy Corporation (MDEC), Hasnul Hadi Samsuin dikutip dari Digitalnewsasia, Jumat 21 Juli 2017.
Pasar game di Malaysia memang sedang bertumbuh pesat. Saat ini saja ada sekitar 14 juta gamer yang membuat Malaysia menjadi pasar game terbesar ke-21 di dunia.
Namun, persepsi negatif tentang manfaat game untuk pengembangan potensi ekonomi masih jadi kendala. Beberapa orang tua di Malaysia masih belum melihat manfaat positif dan potensi jika anak mereka berkarier dalam industri game.
Kendala itu diakui oleh Kepala Komputasi dan Media Kreatif KDU University College, Tan Chin Ike. Dia mengaku, masih harus bekerja keras meyakinkan tentang potensi menggiurkan dari pasar game di Malaysia.
Dia mengatakan, gambaran potensinya yaitu untuk tahap awal karier sebagai perancang game, game artist, dan programmer game, seseorang bisa mengantongi antara US$559 hingga US$699 atau setara Ro7,4 juta hingga Rp12,9 juta.
Kondisi di Malaysia tak terlalu buruk. Sebab, sudah ada beberapa penikmat game yang menjalani karier dalam bisnis digital ini. Manajer Studio Codemasters Malaysia, Andre Stiegler menuturkan, ada banyak pengguna di Malaysia yang telah berkarier dalam industri game. Beberapa di antaranya telah bekerja di beragam studio game terkemuka Australia, Singapura, Amerika Serikat, dan Eropa.
"Industri game bisa sangat menguntungkan, tapi Anda harus menjiwainya. Anda bisa mendapatkan gaji awal 10 sampai 20 kali dari saat ini dan ada banyak orang Malaysia yang mendapatkan gaji itu," ujar Stiegler.
Untuk membangun basis ekosistem game kuat, MDEC makin menjalin kerja sama dengan kalangan universitas, studio game, dan media. Bahkan, MDEC bekerja sama dengan mesin game cross platform, Unity untuk menjalankan program Level UP@schools. Program bagi siswa sekolah menengah ini bertujuan agar mereka mampu menciptakan game milik sendiri. Semangat program itu menumbuhkan anak-anak yang beralih dari konsumen ke produsen konten.
Menariknya di Malaysia, pencinta game bukan hanya kalangan anak usia sekolah. Sebab, pencinta game kalangan tua juga masih ada. Pencinta game awal pada 1980-an hingga saat ini masih suka memainkan game.
"Semua orang adalah seorang gamer, baik itu gamer kasual dengan konsol atau di waktu pribadi mereka melalui ponsel. Saya adalah gamer," kata Head of Games Digital Products and Services Business Digi, Michael Chung.