Infografik Kronologi Pemblokiran Telegram
- REUTERS/Dado Ruvic
VIVA.co.id – Pemblokiran layanan Telegram sudah menuju antiklimaks. Pemerintah Indonesia dan Telegram sudah saling berbalas pesan dan menemukan titik temu pengaturan konten pada platform tersebut.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menuliskan, pemblokiran Telegram berawal ditemukannya konten-konten yang tak sesuai dengan UU terkait penyebaran radikalisme dan terorisme. Temuan konten negatif itu diendus oleh Kominfo dan kementerian atau lembaga negara lain.
Setelah itu, Kominfo mengirimkan permohonan penghapusan konten kepada Telegram dari semua kanal yang difasilitasi. Kominfo menegaskan, terhitung sudah 6 kali Kominfo mengirim email sejak 29 Maret 2016 sampai 11 Juli 2017.
"Tapi belum mendapatkan tanggapan," tulis Kominfo pada akun Twitternya.
Karena email tak ditanggapi, Kominfo memerintahkan penyedia layanan internet atau ISP untuk memblokir 11 DNS layanan Telegram berbasis web.
Pemblokiran itu ramai bagi pengguna internet dan Indonesia. Kabar ini juga sampai ke Pendiri Telegram, Pavel Durov pada Jumat 14 Juli 2017. Sang pendiri awalnya merasa aneh dengan keputusan pemblokiran itu dan merasa belum pernah dihubungi perwakilan pemerintah Indonesia untuk meminta pemblokiran.
Tapi selang sehari kemudian, Durov menyadari Kominfo telah meminta pemblokiran sejak tahun lalu.
"Pada Minggu, 16 Juli 2017 CEO Telegram menyampaikan permohonan maaf dan mengakui terlambat merespons email dari Kominfo," tulis Kominfo.
Selanjutnya, CEO Telegram berkomitmen untuk membuka komunikasi dan menindaklanjuti permintaan Kominfo dari sisi teknis SOP.