Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Kelar Agustus
- VIVA.co.id/Lazuardhi Utama
VIVA.co.id – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tengah diburu waktu untuk menyelesaikan prastudi kelayakan atau pre-feasibility study proyek revitalisasi jalur kereta api semi cepat lintas utara Pulau Jawa rute Jakarta-Surabaya.
Menurut Kepala BPPT, Unggul Priyanto, pihaknya dalam waktu dekat akan membuat laporan prastudi kelayakan untuk diserahkan ke Kementerian Perhubungan, untuk dilanjutkan ke presiden pada Agustus mendatang.
“Laporan kesimpulan awalnya harus sudah keluar, dan akan diserahkan dari Menteri Perhubungan (Budi Karya Sumadi) ke Presiden Jokowi awal Agustus 2017. Harapannya bulan Desember tahun ini sudah selesai semuanya,” kata Unggul kepada VIVA.co.id, Sabtu, 15 Juli 2017.
Setelah prastudi kelayakan selesai, maka dilanjutkan dengan pembuatan desain awal dan nantinya dilelang untuk mulai dikerjakan.
Ia juga mengungkapkan, kereta semi cepat yang direncanakan memiliki kecepatan rata-rata hingga 160 kilometer per jam tersebut juga harus memiliki komponen Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Dengan demikian, apabila pembangunan maupun revitalisasi dilakukan dengan menggunakan soft loan, maka TKDN masih bisa dinaikkan.
“Jangan tinggalkan komponen TKDN. Kita tidak mau semuanya asing. Kalau begitu, kita tidak akan pernah bisa menguasai dan mandiri di bidang teknologi,” ujarnya, tegas.
Menurutnya, pembahasan komposisi TKDN dan asing sudah dibahas. Itulah mengapa pra FS ini diserahkan ke BPPT.
“Ya, karena supaya kita tidak didikte oleh penggunaan dari luar. Bangunan sipil kita bisa (bangun). Gerbong ada PT Inka (Persero). Untuk sinyal kereta dan lokomotif sedang kita usahakan (bangun sendiri),” papar Unggul.
Dalam tahapan pra FS ini, kata Unggul, dilakukan kajian legal dari sisi ketersediaan lahan, potensi penumpang, hingga aspek teknis.
Ia menambahkan, kereta semi cepat ini memiliki peran besar, karena harus bisa mengurangi beban angkutan udara dan darat (jalur Jakarta-Surabaya PP), baik dalam mengangkut orang maupun barang, karena trafiknya yang sudah sangat padat.
“Untuk angkutan udara sudah 10 juta per tahun, sedangkan kereta api baru 600 ribu per tahun. Adapun angkutan darat harus mampu mengambilalih 70 persen peran truk besar untuk mengangkut barang. Tujuannya mengurangi volume kendaraan besar dan kemacetan,” katanya.
Terakhir, Unggul menegaskan, untuk bisa menarik minat dan mampu bersaing dengan angkutan udara, maka jarak tempuhnya maksimal harus 5 jam. “Lebih dari itu saya pastikan orang akan tetap pilih pesawat,” tutur Unggul.