Rokok Elektrik Ciptakan Penyakit 'Berlapis'
- pixabay/LindsayFox
VIVA.co.id – Sebuah penelitian dari University of Connecticut, Amerika Serikat, menguak bukti baru tentang rokok elektrik, yang menyebutnya berpotensi sama berbahayanya seperti rokok tembakau (filter maupun kretek).
Peneliti Karteek Kadimisetty menemukan bukti kalau rokok elektronik, yang mengandung cairan berbasis nikotin berupa uap air, bisa menyebabkan kerusakan parah pada DNA manusia.
Hal ini disebabkan karena banyaknya zat aditif kimia yang ada pada uap e-cigarette atau vape. Mutasi sel yang disebabkan oleh kerusakan DNA bisa menyebabkan kanker.
"Jumlah kerusakan DNA yang disebabkan rokok elektrik tergantung pada jumlah uap yang dihirup pengguna, bahan aditif lainnya, jenis cairan nikotin atau non-nikotin yang digunakan," katanya, seperti dikutip EurekAlert, Senin, 12 Juni 2017.
Ia dan tim lalu menguji bahan kimia pada e-cigarette dengan menggunakan perangkat screening optik elektronik yang baru dikembangkan di laboratorium mereka.
Perangkat cetak 3-D berukuran mini ini diyakini cepat mendeteksi kerusakan DNA atau genotoksisitas. Perangkat ini menggunakan pompa mikro yang disematkan pada chip karbon kecil.
Pompa tersebut akan mendorong contoh cairan di beberapa 'microwells', atau sumur yang diisi enzim metabolik dan DNA reaktif manusia.
Hembusan banyak, DNA terkoyak
Saat sampel dimasukkan ke sumur, metabolit baru yang berpotensi merusak DNA, terbentuk. Reaksi antara metabolit dan DNA menghasilkan cahaya yang tertangkap kamera.
"Dalam lima menit, pengguna dapat melihat seberapa banyak kerusakan DNA yang dihasilkan oleh sampel dengan intensitas cahaya yang terdeteksi di masing-masing sumur," tuturnya.
Perangkat ini unik karena mengubah bahan kimia menjadi metabolit selama pengujian, atau bahasa mudahnya, meniru apa yang terjadi di tubuh manusia.
Selain itu, ilmuwan juga mengambil sampel dari rokok elektrik dan tembakau menggunakan teknik penghirupan buatan. Rokok dihubungkan ke tabung yang berisi sumbat kapas.
Mereka kemudian menggunakan jarum suntik di ujung tabung untuk meniru inhalasi. Sampel berasal dari bahan kimia yang ditangkap di kapas.
Kadimisetty kemudian menetapkan uji coba mereka sehingga menghasilkan 20 hembusan rokok secara kasar, setara dengan menghisap satu batang rokok. Lalu, mereka mengumpulkan sampel pada 20, 60, dan 100 hembusan.
Hasilnya, ditemukan adanya potensi kerusakan DNA dari rokok elektrik yang meningkat, seiring jumlah hembusan. (ase)