Yahoo Tolak Penyelidikan 1,5 Miliar Akun yang Diretas

Kantor Yahoo
Sumber :
  • REUTERS/Denis Balibouse

VIVA.co.id – Badan Keamanan Informasi Federal Jerman, atau BSI mengkritik raksasa internet Yahoo, karena tidak membantu menyelidiki pelanggaran keamanan periode 2013 dan 2014, terkait bobolnya informasi sensitif sebanyak 1,5 miliar akun.

AS: Peretasan Telekomunikasi oleh Tiongkok Kini Menjadi yang Terburuk dan Menakutkan yang Pernah Ada

Presiden BSI, Arne Schoenbohm mengatakan, Yahoo telah gagal melindungi diri dan mengamankan data pengguna dari serangan siber.

Menurutnya, mereka menghubungi raksasa online asal Amerika Serikat itu, untuk mendapatkan informasi untuk menyelidiki kasus tersebut.

Indonesia-Turki Kerja Sama untuk 'Tangkis' Serangan Hacker

Ia telah menghubungi Yahoo, untuk meminta rincian mengenai serangan, tingkat kerusakan, serta tindakan yang diambil.

Tetapi, pihaknya belum mendapat informasi soal bagaimana menghadapi insiden semacam itu di masa depan.

Kiamat Digital Mengintai, Hacker Canggih Bobol Sistem Pertahanan Negara

"Ini, karena Yahoo terbukti tidak kooperatif," kata Arne, seperti dikutip situs Russia Today, Jumat 12 Mei 2017. Kantor Yahoo di Dublin, Irlandia, menolak memberi informasi kepada BSI.

Kemudian, mereka melempar semua pertanyaan kepada Komisaris Perlindungan Data Irlandia. "Tetapi, tanpa memberinya wewenang untuk memberikan informasi kepada BSI," ungkapnya.

Tahun lalu, Yahoo mengungkapkan adanya pelanggaran data besar-besaran terhadap 1 miliar akun pada 2013.

Itu terjadi beberapa bulan, setelah perusahaan tersebut mengungkapkan bahwa informasi dari 500 juta akun pengguna, termasuk nama, nomor telepon, kata sandi, dan tanggal lahir, telah diretas pada 2014.

"Saya mengingatkan kepada semua pengguna di Jerman untuk berhati-hati dengan layanan apapun dari Yahoo. Ini untuk keselamatan data mereka, agar tidak diretas (hack)," papar Arne.

Ia juga mencatat bahwa penyedia layanan keamanan kelas C5 menawarkan perlindungan yang solid bagi pelanggan.

C5 adalah skema yang didukung pemerintah Jerman, untuk memastikan bahwa penyedia layanan awan mematuhi persyaratan standar keamanan minimum. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya