Ilmuwan Sebut Foto Dua Jari Sangat Berbahaya
- Pixabay
VIVA.co.id – Peneliti National Institute of Informatics (NII) Jepang mengingatkan bahaya berfoto dengan pose dua jari atau sering dikenal dengan foto pose 'peace'.
Imbauan peneliti itu bukan tanpa alasan. Dikutip dari The Telegraph, Selasa 17 Januari 2017, bahasa foto selfie dengan pose dua jari akan memberikan peluang bocornya informasi biometrik yakni sidik jari seseorang, sehingga bisa dimanfaatkan para peretas.
Sidik jari belakangan menjadi salah satu fitur andalan dalam produk smartphone premium. Sidik jari belakangan ini dimanfaatkan sebagai fitur pengaman untuk berbagai akun, misalnya untuk akses otoritas tertentu.
Sementara peneliti NII mengingatkan, biasanya foto selfie biasanya diambil dalam jarak kurang lebih tiga meter. Dari jarak tersebut, foto sidik jari potensial diambil peretas bisa mencuri dan mengolah informasi sidik jari seseorang.
"Hanya dengan gaya kasual tanda peace di depan kamera, sidik jari akan bisa dibaca secara luas," jelas Isao Echizen, profesor keamanan dan media digital NII dalam koran lokal Sankei Shimbun yang dikutip The Telegraph.
Peringatan yang disampaikan pakar keamanan itu bukan main-main. Sebab, kasus pembobolan identitas biometrik sudah pernah terjadi dan korbannya adalah petinggi sebuah negara.
Pada 2015, peretas bernama Jan Krissler mengolah kembali selaput pelangi mata dari Kanselir Jerman, Angela Merkel, dari sebuah foto. Dan akhirnya peretas itu bisa membuka akses dalam sebuah pengujian.
Biometrik meski menawarkan keunikan khusus pada tiap orang, namun karakter khas itu malah memiliki kelemahan. Tak seperti password atau kata sandi, biometrik yang tak bisa diubah berarti begitu dibobol maka akan berakhir sudah. Maka, biometrik meningkatkan kekhawatiran atas keamanan data pribadi seseorang.
"Kita menumpahkan data biometrik fisik di mana pun kita pergi, meninggalkan sidik jari pada apa pun yang kita sentuh, memosting selfie pada media sosial, video dengan teman dan keluarga. Banyaknya informasi ini bisa diambil oleh penipu," tutur pakar keamanan dari perusahaan biometrik NuData, Robert Capps.
Dia mengatakan, begitu data biomaterik dicuri dan dijual kembali secara gelap, maka risiko akses tak berwenang sampai akses ke akun pengguna akan berlangsung terus sepanjang hidup korban itu.
Sebagai solusi, tim Echizen telah menciptakan filem transparan yang bisa dipakai pada ujung jari untuk melindungi dari upaya pengambilan data biometrik. Filem tersebut terbuat dari titanium oksida, yang mana mampu mencegah sidik jari disalin.
"Filem transparan dengan pola putih yang telah kami kembangkan bisa mencegah pencurian identitas melalui sidik jari palsu yang diperoleh dari subjek yang difoto. Tapi tidak mengganggu verifikasi identitas perangkat autentifikasi sidik jari," jelas Echizen.
Tapi sayangnya, teknologi pelindung yang disampaikan Echizen belum siap pasar dalam dua tahun.
Sebagai alternatif, pengguna bisa mencoba solusi keamanan yang dikembangkan oleh perusahaan asal Tiongkok, Goodix. Perusahaan ini sedang membuat pemindai sidik jari khusus yang akan mencetak dan menganalisis jaringan dan nadi dasar dari seseorang. Prinsipnya dengan menganalisis lapisan lebih dalam dari sidik jari seseorang bisa menjadi jalan mencegah pencurian data biometrik.