Masyarakat Anti Hoax Sebut Aturan Hukum Hoax Belum Jelas
- PeopleOnline
VIVA.co.id – Komunitas Masyarakat Anti Hoax atau Masyarakat Anti Fitnah Indonesia menilai, perlu adanya penjelasan detail ketentuan berita atau informasi palsu (hoax). Penjelasan itu dinilai perlu dengan harapan penindakan hukumnya menjadi jelas.
Masyarakat Anti Hoax mengatakan, yang perlu diperjelas lagi yaitu mengenai pembagian payung hukum kategori berita hoax, sekaligus hukuman pidana yang pantas.
“(Dalam UU ITE) masih menyebutkan sekadar berita bohong, dan berita bohong yang dipublikasi, masih butuh duduk bersama (pemerintah dan komunitas)” ujar Pendiri dan Ketua Masyarakat Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho, kepada VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Selasa 13 Desember 2016.
Pria yang akrab disapa Eko itu menuturkan, memang payung hukum telah mengatur tiga bentuk problem di media sosial, yakni berita bersifat fitnah, menghasut dan berita bohong. Namun, beragam hoax yang tersebar setiap hari, menurut Eko, kini muncul tren baru penyebar hoax yang berlindung dari penyebaran hoax dengan berbalik bertanya.
“Misalnya ada yang memperkeruh media sosial dengan membuat postingan memancing. Postingan itu sendiri tidak bisa dikatakan salah satu kategorinya (bersifat fitnah, menghasut dan berita bohong),” ujar Eko.
Eko menjelaskan, tren baru menunjukkan, penyebar hoax mengunggah sebuah postingan dengan diakhiri tanda tanya. Misalnya penyebar hoax mengunggah sebuah foto tokoh yang tidak senonoh, kemudian dilengkapi dengan status mengatakan ‘apa benar enggak sih tokoh ini ibunya ibu yang itu, jangan-jangan ibu yang lain?’. Postingan dengan gaya tersebut, menurut Eko, belum jelas payung hukum dan aturannya.
Maka dari itu, kata Eko, perlu kolaborasi antara komunitas dan pemerintah, dalam hal ini, penegak hukum dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), agar terjadi pemahaman yang utuh terkait hoax.
“Karena penggunaan media sosial ini memang menggerus tidak hanya hal-hal sifatnya melanggar norma hukum, tapi juga kesusilaan, norma kesopanan, dan juga sebenarnya norma agama.”
(mus)