Dituduh 'Price Fixing', Ini Kata Indosat dan XL
- VIVAnews/Muhammad Firman
VIVA.co.id – Tuduhan price fixing tarif layanan selular, yang dialamatkan pada XL Axiata dan Indosat, dianggap salah alamat. Kedua operator membantah adanya kesepakatan bersama soal tarif seluler.
Hal ini disampaikan oleh Dirut Indosat, Alex Rusli kepada VIVA.co.id, Selasa, 11 Oktober 2016. Menurut penjelasannya, kedua aksi dilakukan di waktu yang berbeda. Malah Indosat lebih dahulu dan XL menyusul beberapa bulan kemudian.
"Harus di cek, yang launch duluan siapa dan yang ikut-ikutan siapa. Kalau kami itu produk, sedangkan mereka promo, saya enggak tahu. Kami di-copy sebetulnya bangga juga. That means our product is good. Tapi kalau bisa kreatif dikit," ujar Alex menyindir kompetitornya itu.
Diketahui price fixing dalam penetapan tarif telepon lintas operator (off-net) Indosat dan XL melibatkan pasar di luar Jawa. Dimulai dari Indosat yang mengumbar program telepon Rp1 per detik (Rp60 per menit) untuk panggilan off-net pada pertengahan 2016 lalu, kemudian dilanjutkan XL Axiata yang mengeluarkan program serupa Rp59 per menit, pekan lalu.
"XL meluncurkan tarif promo untuk voice & sms Rp59 per menit sampai periode Desember 2016. Program ini adalah untuk menarik konsumen agar mau mencoba jaringan dengan kualitas yang lebih baik ini. Offer ini hanya untuk wilayah Sumatera, Sulawesi & Kalimantan. Sifatnya pun terbatas. Diperuntukkan untuk pasar di luar jawa yang pasti tidak mengganggu strategi besar kami," ujar VP Corporate Communicatio XL Axiata, Turina Farouk, kepada VIVA.co.id.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium aroma persaingan usaha tidak sehat dari dua operator seluler Indosat Ooredoo dan XL Axiata. Selain terindikasi kartel karena membentuk usaha patungan bernama PT One Indonesia Synergy, KPPU juga mencium gelagat price fixing dalam penetapan tarif telepon lintas operator (off-net) di luar Jawa.
Ketua KPPU, M. Syarkawi Rauf pun menilai, pemerintah harusnya bisa menerapkan reward and punishment bagi seluruh operator sesuai dengan lisensi yang dimilikinya. Jika punya lisensi seluler, maka ia menilai, operator harus bangun jaringan secara nasional.
"Harus ada reward and punishment bagi yang patuh dan tidak patuh. Harus dihitung pula mekanisme kompensasinya bagi operator yang patuh bangun jaringan," tegasnya.
Jika melihat skema tarif yang ditawarkan Indosat dan XL, bisa dipastikan adanya subsidi mengingat biaya cost recovery XL adalah Rp65 per menit dan Indosat Rp86 per menit, untuk panggilan lintas operator.
Sementara cost recovery Telkom dan Telkomsel sebesar Rp285 per menit, Smartfren Telecom Rp100 per menit dan Hutchison 3 Indonesia (Tri) Rp120 per menit.
Dari sisi penguasaan pasar seluler nasional, Telkomsel mendominasi 45 persen setelah itu disusul Indosat 21,6 persen, Tri 14,4 persen, dan XL 14 persen. Sedangkan untuk pasar di luar Jawa, lebih dari 80 persen dikuasai Telkomsel, sementara pesaing terdekatnya, Indosat dan XL, tak lebih dari lima persen.