Menkominfo Segera Umumkan Interkoneksi, Dikritik Abaikan DPR
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana mengumumkan nasib kebijakan interkoneksi esok hari, Kamis, 1 Agustus 2016. Hal ini dianggap pengamat sebagai langkah Menkominfo yang tidak menghormati keputusan DPR.
"Direncanakan, besok (Kamis, 1 Agustus 2016) akan diadakan press conference terkait biaya interkoneksi. Jam-nya menyusul," ujar Plt. Kepala Informasi dan Humas Kemenkominfo, Noor Iza, dalam pesan singkatnya, Rabu, 31 Agustus 2016.
Usut punya usut, Menkominfo Rudiantara akan menitahkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk mengumumkan implementasi kebijakan penurunan biaya interkoneksi. Pasalnya, saat pengumuman berlangsung, Menkominfo sedang tidak ada di Indonesia.
"Pak Menkominfo ke Tiongkok sore ini," kata Noor Iza. Bahkan sebelum bertolak ke Tiongkok, Menkominfo dikatakan akan menerima audiensi dari Serikat Karyawan Telkom yang dijadwalkan akan berdemo di depan Gedung Kemenkominfo.
Tak Hormati DPR
Menanggapi rencana ini, pengamat dari Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), Kamilov Sagala, menuding bahwa Menkominfo tak menghormati kesepakatan DPR yang meminta penundaan kebijakan tersebut. Bahkan dia menganggap Menkominfo 'cuci tangan' dengan menyerahkan pengumuman kepada BRTI.
"Secara etika politik, itu namanya tak menghormati kesepakatan dengan Komisi I DPR yang meminta ditunda sampai rapat digelar kembali. Lalu mau lempat ke BRTI untuk umumkan. Ketua BRTI saja belum ada. Dirjen Pos dan Penyelenggaraan Informatika (PPI) masih berstatus Pelaksana Tugas. Ini tak sesuai aturan main semua," ujar Kamilov.
Ketua Umum Masyarakat Telematika, Kristiono, mengatakan jika revisi biaya interkoneksi merupakan hal yang wajar jika mengalami perbedaan. Namun seharusnya pemerintah bisa menjadi jembatan untuk mengatasi perbedaan pendapat masing-masing operator.
"Perbedaan itu selalu ada ya, wajar karena setiap operator punya kepentingan masing-masing dan tujuan masing-masing. Pemerintah harusnya menyepakati yang menguntungkan semuanya," ujarnya.
Sebelumnya, salah satu pimpinan di BPK RI, Achsanul Qosasi mengaku telah memantau proses penetapan revisi biaya interkoneksi karena adanya potensi kerugian besar untuk keuangan negara.
Perhitungan yang beredar, jika biaya interkoneksi ditetapkan turun 26 persen secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan, Telkom Group sebagai badan usaha milik negara, berpotensi mengalami kerugian yang cukup besar dalam lima tahun ke depan.
Potensi kerugian, mulai dari penurunan pendapatan hingga Rp100 triliun, setoran dividen dan pajak ke pemerintah berkurang Rp43 triliun, hingga investasi belanja modal di daerah terpencil akan berkurang Rp12 triliun.
Jika kebijakan ini benar-benar diimplementasikan per 1 September 2016 nanti, BPK mengaku tak akan mengintervensi, namun akan tetap mengawasi.
(ren)