Polemik Blokir Game Online 'Panas' di Internet

Website KPAI yang diretas
Sumber :
  • Tangkapan layar Google

VIVA.co.id – Game online kini menjadi perhatian hangat dari pengguna internet di Indonesia. Pangkalnya yaitu, dukungan lembaga pemerintah yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas gagasan pemblokiran game online yang mengandung kekerasan. 

Dukungan itu menuai kontroversi dan polemik. Ada yang mendukung ada yang mengkritik dukungan KPAI tersebut. Begitu KPAI menyatakan dukungan pemblokiran game online, maka setelahnya, sempat diretas dan diblokir. Tercatat situs KPAI di-deface atau diubah tampilan halamannya pada 1 Mei. Namun pada 2 Mei 2016 siang, situs tersebut sudah bisa aktif seperti sediakala. 

Namun demikian, protes masih bermunculan di dunia maya. Pantauan di dunia maya pada hari ini, Senin 2 Mei 2016, banyak suara yang menyesalkan cara perlakuan atas game online tersebut. Polemik berlangsung ‘panas’.

Misalnya akun Twitter bernama @Mas_Mahardika menuliskan, ide pemblokiran game online merupakan gagasan yang salah. Akun tersebut menyamakan ide pemblokiran itu dengan cara mencegah kecelakaan di jalanan. 

"Analoginya seperti mencegah kecelakaan di jalan dengan mencegah orang-orang mengendarai kendaraan bermotor," tulis akun @Mas_Mahardika. 

Sementara pengguna Facebook dengan akun Tian Rainzi, menyindir gagasan pemblokiran game online tersebut. Dia menuliskan sindiran itu di halaman Facebooknya. 

"KPAI dan KPI bekerja sama...Kartun di TV dihapus...Game Online di Blokir...Jangan sedih buat Adik-adik yg manis...Ikut Kakak yuk...main ke dunia JAV aja...lebih seru,” tulis akun tersebut. 

Ide pemblokiran game online itu juga melahirkan petisi melalui platform Change.org yang berjudul 'Jangan blokir game online'. 

Petisi yang ditulis oleh Fibi Aulia Aseghaf itu memohon agar tidak dilakukan blokir game online. Dalam petisi tersebut, game online jka disikapi secar arif, maka bisa menjadi peluang bisnis bagi para pengembang game. 

Pemerintah Usulkan 8 RUU Masuk Prolegnas 2025

"Kami memohon agar tidak dilakukan pemblokiran Game Online sebagaimana mestinya, game online bukanlah sebuah crime, ini sebuah terobosan untuk menggali potensi masyarakat indonesia, dikit-dikit blokir, mau jadi apa kita?" tulis petisi tersebut. 

Petisi itu juga menekankan peran orangtua untuk memperhatikan anak dalam penggunaan internet dan gadget. 

Mayoritas Masyarakat Adat Poco Leok Dukung PLTP Ulumbu Unit 5-6: Narasi Penolakan Dinilai Tidak Berdasar

"Jangan buta rating! setiap game tentunya punya rating tersendiri bahkan dari rating 3 Tahun, Teen hinga 18+ , jangan salahkan gamenya, fungsi orang tua dalam pengawasan anak buat apa? jika tanpa ada pengawasan dan pembatasan orang tua oleh anak dibawah umur sama saja," tulis petisi tersebut.

Namun demikian, terdapat suara yang mendukung pemblokiran game online yang bernuansa kekerasan. 

Pemerintah Gandeng Pelaku Ekonomi Kreatif untuk Perkuat Ekosistem di Indonesia

"Bodo amat ga ngerti rating, pokoknya ini salah gamenya, ya harus diblokir!" tulis akun Twitter @BudaPatrayasa. 

Jangan anti game

Sebelummnya Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, menyerukan agar menghindari dampak buruk yang ditimbulkan dari game online. 

Dalam keterangannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengatakan, ada hal positif dan negatif dari game online. Menurut Anies, ada studi yang menyebutkan, anak yang terbiasa main game yang sesuai umurnya, ternyata mereka pengambil keputusan yang cepat dan berani, berlatihnya dari game.

Tetapi sebaliknya, jika anak-anak memainkan permainan untuk dewasa maka bisa menimbulkan dampak negatif. Mereka akan kecanduan karena adrenalin yang terpacu dan bisa berperilaku brutal.

"Game itu tergantung cara penggunaannya. Jangan anti game, jangan juga buta pro game. Tidak semua  game memiliki karakteristik yang cocok untuk dimainkan oleh anak semua umur," kata Anies dalam wesbite Kemendikbud.

Menteri Pendidikan mengatakan orang tua perlu tahu dan peduli, ada sistem rating yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk dimainkan anak usia tertentu. "Sehingga anak-anak terhindar dari dampak buruknya,” kata Anies. 

Di Amerika Serikat misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board (ESRB). Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending. Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore, Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”.

Diketahui, sebanyak 15 game online sebagaimana dikutip dalam laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id dinyatakan mengandung kekerasan dan berbahaya bagi anak-anak.

Game tersebut yaitu World of Warcraft, Grand Theft Auto (GTA), Call of Duty, Point Blank, Cross Fire, War Rock, Counter Strike, Mortal Combat, Future Cop, Carmageddon. Shelshock, Raising Force, Atlantica, Conflict, dan VietnamBully.

(mus)

Analoginya seperti mencegah kecelakaan di jalan dengan mencegah orang-orang mengendarai kendaraan bermotor. https://t.co/Nfi7z4cdFT

— Harapan Bangsa (@Mas_Mahardika) May 2, 2016
Kir blokir~
Bodo amat ga ngerti rating, pokoknya ini salah gamenya, ya harus diblokir! https://t.co/HQURND9kAv

— Odok (@BudaPatrayasa) May 2, 2016
kenapa rokok yang beredar terang-terangan di masyarakat ga di blokir juga, pak, bu? modal 1500 bisa dapet sebatang. nah Game Online? lawak.

— Erlangga F. R. (@EbetPLR) May 2, 2016
@jokowi pak, kenapa game online harus di blokir?
kenapa game yg harus kena pak? jadi para "PEMAKAN UANG RAKYAT"/KORUPTOR itu di biarkan?

— Meidycka Syahputra (@dicka_everance) May 2, 2016

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya