OTT Harus Lapor BRTI dan Lindungi Privasi Pelanggan
- Gojek
VIVA.co.id – Sebagai regulator, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah melakukan uji publik terhadap keberadaan layanan aplikasi atau konten internet, yakni Over the Top (OTT) di Indonesia. Masa uji publik ini berlangsung dari tanggal 29 April hingga 12 Mei 2016.
Tertera pada pasal 1 ayat 1, layanan aplikasi yang dimaksud dalam permen tersebut, meliputi perangkat lunak yang menyediakan layanan komunikasi berupa pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, percakapan daring (chatting/instant messaging).
Kemudian, layanan transaksi finansial, transaksi komersial, penyimpanan dan pengambilan data, mesin pencari, permainan (game), jejaring dan media sosial, termasuk turunannya yang memanfaatkan jasa akses internet di atas jaringan telekomunikasi.
Pada pasal 1 ayat 2, layanan konten melalui internet adalah penyediaan informasi digital yang dapat berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, permainan (game), atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk streaming atau download yang menggunakan jasa internet lewat jaringan telekomunikasi.
Dengan demikian, pasal 1 ayat 1 dan 2 ini secara gamblang mengatur gerak-gerik berbagai perusahaan teknologi, di antaranya Google, Facebook, BBM, WhatsApp, Netflix, Uber, hingga Go-Jek.
Disebutkan pada pasal 2 kalau permen ini dibuat guna melindungi kepentingan masyarakat, penyelenggara telekomunikasi, kepentingan nasional, mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan telekomunikasi, dan memperkuat daya saing bangsa.
Lalu pada pasal serupa di ayat C dijelaskan juga jika permen ini diharap bisa mendorong kesetaraan dalam persaingan usaha yang sehat serta memberikan kepastian hukum.
"Memberikan perlindungan kepada masyarakat, pengguna dan/atau pelanggan layanan OTT, meliputi hak privasi, akurasi, dan transparansi pembebanan biaya (charging), serta hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis dalam pasal 2 ayat d.
Ditegaskan, kalau para penyedia layanan OTT ini harus berbentuk perorangan dengan status warga negara Indonesia atau badan usaha Indonesia yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Untuk OTT asing, diwajibkan menjadi Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang didirikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
"Penyedia layanan OTT wajib mendaftarkan bentuk dan kegiatan usahanya kepada BRTI paling lambat 30 hari kerja, sebelum menyediakan layanan OTT di Indonesia dengan melampirkan dokomen yang diperlukan," tulis pasal 4 ayat 5.
Perusahaan OTT itu harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia sesuai perudangan-undangan dengan bidang yang digelutinya.
Selain itu, para penyelenggara OTT juga harus memperhatikan perlindungan data, kerahasiaan data pribadi, filtering konten, menggunakan sistem pembayaran nasional yang berbadan hukum di Indonesia (untuk OTT berbayar), menggunakan protokol internet Indonesia, menjamin akes untuk penyadapan informasi secara sah, dan mencantumkan informasi dalam Bahasa Indonesia.