2015, 500 Juta Identitas Digital Dicuri Penjahat Siber

Gedung kantor Symantec.
Sumber :
  • Wikipedia

VIVA.co.id – Perusahaan keamanan digital, Symantec mengungkapkan, ada sekitar 500 juta identitas digital yang dicuri penjahat siber. Pencurian data itu dianggap sebagai yang terbesar karena hanya terjadi dalam satu tahun di 2015.

Indonesia Jadi Target Nomor 1 Ransomware

Selain data privasi digital, Symantec juga menemukan adanya serangan ransomware yang meningkat sampai 35 persen di tahun itu. Sedangkan penipuan yang melibatkan technical support meningkat 200 persen dalam kurun waktu tersebut.

"Semua kebocoran data itu merupakan yang terbesar dibanding tahun sebelumnya. Serangan biasanya dimungkinkan terjadi karena adanya bugs dari software yang digunakan oleh perusahaan. Pengembang sendiri tidak mengetahui adanya bug tersebut, sedangkan perusahaan memiliki kewajiban untuk mengamankan data personal yang dimilikinya," ujar Direktur Symantec, Kevin Haley, seperti dikutip dari IT Pro, Kamis, 13 April 2016.

Ransomware Baru bikin Data Kamu Lenyap dalam Sekejap

Para penjahat siber itu, kata Kevin, memiliki sumber daya dan keahlian yang mumpuni, khususnya staf urusan teknis. Mereka beroperasi tidak hanya di jam sibuk, bahkan ikut libur saat waktunya libur. Dengan kata lain, mereka mulai bisa bekerja secara efisien.

"Kadang penipuan juga terjadi dengan membodohi korbannya. Mereka menelepon dengan menyamar sebagai bagian dari pelayanan perusahaan. Korban kemudian akan membayar untuk kerusakan (yang sebenarnya tidak pernah ada) di komputer agar diperbaiki," katanya.

Kepala BSSN Sebut Serangan Ransomware Jadi Ancaman Utama di Pilkada 2024

Penipuan lain, lanjut Kevin, adalah menggunakan pop-up website. Dalam notifikasi yang muncul, pengguna diperingatkan akan adanya infeksi virus ke dalam komputer atau perangkat yang digunakan. Di sinilah pengguna diminta untuk membayar guna menghilangkan virus yang sebenarnya tidak pernah ada, atau dimunculkan secara sengaja.

Ransomware (virus yang sengaja dimunculkan untuk memeras pengguna) juga dianggap sebagai metode popular untuk mengeruk uang pengguna komputer secara ilegal.

"Kebanyakan mereka yang melapor mengeluhkan adanya pemerasan. Mereka diminta membayar sejumlah uang untuk membebaskan diri dari data yang diklaim telah dienkripsi hacker."

Negara yang kerap dipengaruhi oleh scam ini adalah Inggris, Amerika, Prancis, Australia, dan Jerman.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya