Pemerintah AS Ingin Sadap WhatsApp
- U-Report
VIVA.co.id – Apple kemungkinan tak lama lagi mendapat teman senasib dalam berseteru dengan lembaga penegak hukum Amerika Serikat. Belum lama ini, muncul laporan Departemen Kehakiman telah menargetkan menyadap layanan .
Pengacara Departemen Kehakiman tersebut mengatakan enkripsi layanan messaging milik Facebook itu telah menjadi sasaran berikutnya setelah Apple.
Dikutip dari Ubergizmo, Senin 14 Maret 2016, laporan New York Times menyebutkan Departemen Kehakiman ingin mengeksekusi rekaman atau dari sambungan telepon WhatsApp. Namun diprediksi, keinginan itu bakal mendapat kendala.
Laporan itu mengatakan pejabat Departemen Kehakiman AS telah memetakan dan mengantisipasi jika upaya mereka membuka penyadapan telepon WhatsApp tidak mendapatkan persetujuan pengadilan.
Sumber yang dikutip dalam laporan itu mengklaim penyadapan suara WhatsApp akan dikumpulkan dalam rangka untuk mendukung proses investigasi. Opsi itu diupayakan, sebab enkripsi telah menjadi momok bagi penegak hukum, yakni bisa menghalangi penyelidikan penegak hukum dalam sebuah kasus.
Sumber mengatakan akses enkripsi ini tak terkait dengan aksi terorisme seperti pada kasus Apple yang menolak permintaan FBI untuk membuka enkripsi perangkat iPhone 5c milik terduga teroris penembakan San Bernardino, yang terjadi pada Desember tahun lalu.
Beberapa pejabat di AS dikatakan mempertimbangkan meminta hakim untuk mengeluarkan perintah pengadilan yang memaksa WhatsApp untuk menyerahkan data pengguna mereka. Upaya itu disebutkan tidak memedulikan apakah nantinya WhatsApp akan mematuhi perintah tersebut atau tidak.
Sejauh ini, upaya Departemen Kehakiman AS untuk menyadap rekaman telepon WhatsApp belum menemukan titik akhir keputusan.
Terkait dengan rencana Departemen Kehakiman itu, pakar keamanan berpandangan, WhatsApp bisa menghindar dari perintah pengadilan. Sebab undang-undang penyadapan yang berlaku saat ini terakhir kali diperbaharui pada satu generasi lalu, yang mana saat itu orang masih berkomunikasi dengan telepon kabel.
Pakar di Electronic Frontier Foundation, organisasi nirlaba yang fokus pada hak digital mengatakan pemerintah AS tampaknya ingin menjadikan enkripsi ini sebagai momentum untuk mengubah aturan penyadapan.
"FBI dan Departemen Kehakiman memilih kondisi yang tepat untuk melihat pertarungan yang terbaik bagi mereka. Mereka sedang menunggu untuk kasus yang membuat permintaan terlihat wajar," kata Peter Eckersley, Kepala Ilmuwan komputer Electronic Frontier Foundation.
Catatan menunjukkan WhatsApp bukan korban enkripsi yang pertama kalinya. Tahun lalu, Apple sudah menghadapi permintaan akses enkripsi pada layanan iMessages mereka, untuk menyelidiki narkoba dan senjata.
Kemudian akhir tahun lalu, menyusul serangan di San Bernardino, California, FBI meminta Apple untuk membuka enkripsi pada perangkat iPhone 5c milik teroris. Namun permintaan itu dilawan dan ditolak Apple dengan alasan melindungi privasi data pengguna.
Sikap ngotot penegak hukum untuk bisa mengalahkan enkripsi ini memang beralasan. Sebab menurut catatan New York Times, selama lebih dari setengah abad, Departemen Kehakiman tergantung pada penyadapan dan rekaman telepon dalam memerangi tindakan kejahatan yang mendasar.
Sementara jika layanan terenkripsi dari WhatsApp, Signal dan Telegram tidak bisa dijebol, maka hal itu mengancam masa depan penyadapan.
"Anda mendapatkan data yang tak berguna (jika demikian). Satu-satunya cara untuk membuat ini tak omong kosong yaitu jika perusahaan membantu. Seperti yang kita ketahui dari penyadapan telepon tahanan, penjahat berpikir enkripsi yang lebih maju adalah hal yang luar biasa," kata Joseph DeMarco, mantan jaksa federal.