Dikritik, Telkom Blokir Netflix Berkedok Nasionalisme
- REUTERS/Danny Moloshok
VIVA.co.id - Pemblokiran layanan streaming film dan TV, Netflix oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menyedot perhatian pengguna internet dan pemerhati teknologi di Indonesia.
Ada yang mendukung pemblokiran tapi ada yang punya pandangan berbeda menyikapi kehadiran layanan Netflix di Tanah Air.
Direktur Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengatakan tak seharusnya Netflix mendapat perlakuan penutupan akses.
Ia meminta semua pihak untuk secara jernih melihat duduk perkara yang membelit Netflix tersebut. Damar mengatakan jika melihat persoalan Netflix sepotong-sepotong, maka hal itu akan berpotensi melahirkan cara pandang yang salah.
Dia mengatakan soal pemblokiran oleh operator telekomunikasi atas sebuah layanan secara aturan memang diperbolehkan. Tapi dengan catatan menunggu sikap dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Damar mengatakan operator baru boleh memblokir sebuah layanan jika layanan atau website itu tak mematuhi ketentuan dalam Trust Positif.
"Pemblokiran itu adalah kepentingan Telkom untuk selamatkan bisnisnya. Itu dibungkus dengan nasionalisme," kata Damar kepada VIVA.co.id, Rabu malam, 27 Januari 2016.
Diketahui, Telkom memiliki salah satu layanan yang punya pasar yang mirip dengan Netflix, yaitu UseeTV.
Mengenai kepentingan Telkom tersebut, Damar mengaku keberatan perusahaan telekomunikasi BUMN itu membungkus kepentingannya dengan nasionalisme.
"Ini bukan soal nasionalisme," ujar dia.
Menurutnya persoalan Netflix ini adalah fenomena munculnya bisnis digital baru yang belum ada payung hukumnya di Indonesia.
Khusus untuk Netflix, kata dia, aturan perundang-undangan yang diwacanakan untuk mengatur layanan streaming itu sejauh ini masih terbilang tanggung.
Misalnya bila memakai UU Penyiaran, ujar Damar, sangat tidak tepat. Alasannya Netflix bukan sebuah produk penyiaran televisi seperti pada umumnya. Sedangkan jika ingin dimasukkan dalam UU Perfilman, Netflix juga bukan pembuat film.
"Terus mau pakai UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) juga tidak bisa," katanya.
Terkait dengan sikap ke Netflix dan bisnis digital baru lainnya, ujar Damar, seharusnya fokus ke masalh legalitas bisnis.
Untuk bicara legalitas tersebut, maka yang harus dikejar pemerintah adalah bagaimana agar bisnis digital itu bisa menjadi badan usaha di Indonesia. Dengan menjadi badan usaha yang legal, maka pemerintah bisa menarik pajak dari Netflix dan bisnis digital lainnya.
"Setelah itu selesai (aturan legalitasnya), baru bisa dia (Netflix) bikin kantor," ujarnya.