Ini Empat Poin Penting Masukan Revisi UU ITE

naskah revisi UU ITE hilang
Sumber :
  • Twitter/@suratedaran

VIVA.co.id - Ketua Badan Pengurus Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, mengusulkan empat poin yang mesti direvisi dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Diketahui, DPR telah menyatakan revisi UU ITE telah masuk prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
 
Empat poin itu adalah pertama, ICJR mengusulkan untuk pencabutan seluruh duplikasi tindak pidana, termasuk penghinaan, judi, dan kesusilaan. Kendati, ia tegaskan ancaman pidana untuk kasus tersebut telah diatur dalam Kitab Undang Undang Kasus Pidana (KUPHP).
 
“Enggak perlu ada tindak pidana yang sudah diatur di KUHP, diatur kembali di UU ITE, normanya enggak jelas, mengancam enggak jelas,” jelas Anggara di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 21 Januari 2015.
 
Kemudian, kedua, terkait pengaturan penyadapan yang kini berada di UU ITE. Menurut Anggara, harusnya diatur dalam UU khusus, yang mana diharapkan sejalan dengan perintah Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Kemudian yang ketiga, yang menjadi sorotan, yaitu mengenai penangkapan dan penahanan.
 
“Itu harus dengan izin hakim, enggak boleh ada, seperti sekarang, misalkan dalam beberapa kasus, polisi nahan, nahan aja, enggak dari hakim segala macam, mereka nahan,” jelas Anggara.
 
Anggara mengatakan, penangkapan harus seizin hakim, polisi beralasan, prosedur tersebut hanya mempersulit mereka untuk melakukan penangkapan.
 
“Buat kita ini bukan mempersulit, tapi melindungi hak-hak asasi, belum tentu orangnya salah,” tegasnya.
 
Maka dari itu, ia berharap, agar izin tersebut tetap dipertahankan, bukan malah dihilangkan. Kendati polisi mengaku merasakan dilema.

Revisi UU ITE, Jangan Hanya Urus Pasal Karet Saja

Terakhir, UU ITE yang mengatur masalah pemblokiran. Anggara mengatakan, ICJR mengusulkan untuk dibuatnya sebuah lembaga yang khusus memantau dan mengevaluasi situs-situs yang tak layak dikemukakan.
 
“Pemeritah sendiri yang melaporkan, pemerintah sendiri yang mengevaluasi, itu enggak boleh, harus ada prosedur yang jelas,” katanya. (one)