Pegiat Internet: Polisi Bikin Lambat Revisi UU ITE
- Twitter/@suratedaran
VIVA.co.id - Revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih saja belum tampak akan dibahas di bulan terakhir 2015 ini. Masa sidang DPR untuk 2015 pun akan segera berakhir pada 18 Desember nanti.
Padahal, dokumen draf tersebut sudah diparaf oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Jaksa Agung pada minggu lalu. Kini, hanya menunggu rekomendasi Kepolisian berupa paraf dari Kapolri, sebelum diserahkan ke tangan DPR, untuk dibahas bersama pemerintah dan DPR.
Melihat kondisi tersebut, para pegiat internet mengecam keterlambatan pembahasan revisi UU ITE. Dengan sisa waktu tiga hari lagi, maka sulit untuk mengejar kesempatan tersebut.
"Karena itu, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa revisi UU ITE masuk dalam usulan Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tahun 2016 dan bisa disahkan sebagai prioritas legislasi tahun mendatang dalam sidang paripurna DPR. Harapannya, pembahasan revisi UU ITE segera dilakukan di awal 2016," ujar penggiat ICT Watch, Donny BU, dalam keterangannya, Selasa 15 Desember 2015.
Donny, yang mewakili pegiat internet lainnya, menyampaikan proses revisi UU ITE itu, yang seharusnya dilakukan oleh Presiden, dengan segera mengeluarkan Surat Presiden (Supres) untuk mengajukan usulan pembahasa revisi UU ITE kepada DPR.
"Namun kenyataannya, meski Presiden menyatakan persetujuan untuk merevisi UU ITE dalam rapat kabinet secara terbatas pada Oktober kemarin, Kepolisian justru merilis Surat Edaran Kapolri SE/06/X/2015 yang menyatakan bahwa ketentutan Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang mengatur pidana pencemaran nama baik adalah bagian dari materi ujaran kebencian. Hal tersebut, seakan melenggangkan penyalahgunaan Pasal 27 ayat 3 tersebut," tuturnya.
Lalu, soal rumusan ancaman hukuman pidana enam tahun yang tercantum pada UU ITE ini juga tidak terlepas dari usulan pihak Kepolisian dalam pembahasan terdahulu.
Pada saat itu, dikatakan, Kepolisian merasa kesulitan untuk menangani perkara terkait dengan urusan cyber, sehingga diberikan wewenang untuk langsung melakukan penahanan dengan hukuman pidanan di atas lima tahun.
"Hal tersebut, berlandaskan pada salah satu syarat obyektif penahanan adalah ancaman pidana di atas lima tahun, berdasarkan KUHAP pasal 51. Dan, sejumlah kasus, tampak jelas sekali ada penerapan yang sembrono atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut oleh Kepolisian, sehingga seringkali kritik dijawab dengan pemidanaan," jelasnya. (asp)